Tangis Kosmis Di Ujung Ramadhan (10): Lonceng Kematian Ekonomi Kapitalis

images (1)

Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI

BULAN April ini menjadi saksi dentang awal dari lonceng kematian sebuah sistem ekonomi global yang telah lama membusuk dari dalam: kapitalisme neoliberal. 

Dalam keheningan pasca-Ramadhan, ketika langit masih menyimpan isak tangis malam-malam munajat, bumi diguncang oleh langkah kebijakan yang tampak politis, namun sejatinya profetik: tarif-tarif tinggi yang digulirkan kembali oleh Presiden AS, Donald Trump.

Banyak yang melihat kebijakan tarif Trump hanya sebagai strategi pemilu atau manuver dagang biasa. Namun bagi mereka yang membaca zaman dengan mata eskatologis, ini adalah sinyal guncangan besar pada fondasi dunia yang telah lama dibangun atas ketimpangan dan kerakusan. 

Kapitalisme modern tak ubahnya rumah megah yang dibangun di atas pasir, dan kini air pasang telah mulai naik.

Rumi berkata, dalam gumaman gaibnya yang abadi: Ketika pasar menjadi tuhan, dan keuntungan menjadi nabi, maka langit pun murka. Ekonomi yang dibangun tanpa ruh keadilan adalah bangunan yang akan runtuh oleh hembusan angin perubahan.

Syekh Imran, dari menara wacana geopolitik dan eskatologi, telah lama mengingatkan: bahwa sistem uang fiat, dominasi dolar, dan senjata inflasi, yang dikendalikan oleh segelintir elite adalah pondasi Dajjalik dari dunia modern. 

Kebijakan tarif yang memicu perang dagang bukan awal kehancuran global, melainkan cermin bahwa kapitalisme sedang menggali kuburnya sendiri.

Tarif-tarif ini bukan hanya soal angka, tetapi soal arah sejarah. Ketika Amerika memblokir produk-produk luar demi menyelamatkan industrinya sendiri, ia pada dasarnya sedang mematahkan sendi-sendi globalisme. 

Dunia yang dahulu terintegrasi lewat perdagangan kini mulai mencair dalam blok-blok baru. Tiongkok, Rusia, bahkan negara-negara Islam perlahan mulai melepaskan ketergantungan dari dolar dan sistem Barat.

Inilah momentum transformasi. Dalam Eskatologi Islam, Dajjal menguasai dunia lewat, terutama sistem politik dan ekonomi, yang memperbudak. Maka setiap retak dalam sistem itu adalah tanda bahwa waktu Dajjal mendekati batas misinya. 

Namun kehancuran kapitalisme tidak otomatis berarti kemenangan Islam. Ia hanya membuka celah bagi kebangkitan alternatif. Dan hanya umat yang siap secara ruhani dan intelektual yang mampu mengisi celah itu.

Ramadhan telah melatih jiwa untuk sabar dalam lapar. Kini pasca-Ramadhan, dunia mungkin akan benar-benar lapar, bukan karena ibadah, tetapi karena keruntuhan sistem. 

Maka pertanyaannya: apakah umat Islam siap mengganti sistem dengan sesuatu yang lebih adil, lebih beradab, dan lebih tauhidi?

Rumi kembali berbisik: Dunia sedang sekarat bukan karena kurang teknologi, tetapi karena kehilangan makna. Dan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tanpa keberkahan adalah bangkai yang berjalan.

Syekh Imran menjawab: Maka bangunlah sistem baru. Berdirilah dengan dinar dan dirham, dengan ekonomi lokal yang berbasis komunitas, dengan keadilan sebagai fondasi. Jangan tunggu sistem lama runtuh total untuk mulai membangun. Karena cahaya tidak menunggu gelap total untuk bersinar.

Esai ini adalah peringatan dan seruan. Lonceng kematian kapitalisme telah berbunyi. Tapi siapa yang akan mengumandangkan azan kebangkitan?

والله اعلم

MS 11/04/25

(Foto: IST)

Posted in

BERITA LAINNYA

Park Min Young Diperiksa Jaksa, Diduga Terlibat Tindak Kriminal Mantan Pacar

Park Min Young saat ini tengah diselidiki oleh pihak kejaksaan Korea Selatan sehubungan…

Senin, Calon Bupati Rustam Ambil Formulir Pendaftaran di Nasdem

GETARBABEL.COM, BANGKA– Partai Nasdem Kabupaten Bangka secara resmi telah membuka…

Sebelum Dilantik Jadi Pj. Gubernur Babel, Safrizal Sempat Jalankan Tugas Ini di Luar Negeri

BARCELONA – Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI