HIPKA Babel Kurban 2 Ekor Sapi, Ahim; Ikhlas Berbagi
By beritage |
GETARBABELCOM., BANGKA– Himpunan Pengusaha KAHMI (HIPKA) Bangka Belitung menyambut Idul…
Sunday, 15 June 2025
Oleh, Marwan || Mahasiswa Hukum || Ketua HMI UBB Cabang Babel
MENCUATNYA kasus pelecehan seksual di kantor DPRD Kota Pangkalpinang dimedia sosial hari ini tentunya menuaikan rasa prihatin bagi masyarakat ataupun pembaca. Dalam hal ini dengan jelas dipaparkan adanya tindakan seorang pelaku dengan inisial SYD alias AMD yang mencorengkan perilakunya sebagai mantan aktivis Bangka Belitung. Tindakan yang dilakukan oleh AMD merupakan tindakan pelecehan seksual terhadap salah satu pegawai di DPRD Kota Pangkalpinang. Perbuatan tersebut akan menjadi sebuah sejarah buruk (bad history) yang terjadi di Kantor DPRD Kota Pangkalpinang. Rangkaian peristiwa meskipun tidak terganbarkan jelas, namun korban menerangkan segelintir tindakan yang memang ditafsirkan sebagai tindakan pelecehan seksual.
Indonesia sebagai negara hukum menganut berbagai regulasi yang menjadi dasar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) dalam hukum pidana ataupun tindakan yang bertentangan dengan asusila dalam norma. Sehingga korban memiliki hak atas pelrindungan hukum dan jaminan kepastian hukum terhadap dirinya. Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 28D menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Kemudian pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 281 dan 289 Menerangkan dengan tegas menerangkan adanya sanksi pidana bagi seseorang yang melakukan perbuatan yang melanggar asusila, perbuatan cabul atau tindakan tidak senonoh. Dalam artian tindakan yang dilakukan oleh AMD merupakan tindakan yang padanya melekat sanksi pidana ataupun sanksi hukum yang harus ditegakkan. Mengacu pada norma kesusilaan, sudah pasti tindakan yang dilakukan AMD terhadap pegawai di Kantor DPRD Kota Pangkalpinang merupakan perbuatan yang melanggar asusila dimuka umum. Karena secara tidak langsung Kantor DPRD Kota Pangkalpinang merupakan ruang kerja yang memang terbuka secara umum.
Tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh AMD terhadap pegawai di Kantor DPRD Kota Pangkalpinang bukan hanya menjadi perhatian publik atas perbuatan itu, namun menjadi pandangan publik terhadap DPRD Kota Pangkalpinang serta Aparat Penegak Hukum Kota Pangkalpinang dalam mendorong dan menindaklanjuti perbuatan asusila tersebut. Kasus yang terjadi jangan sampai dibiarkan terjadi begitu saja, karena pada dasarnya setiap orang berhak atas pelrindungan hukum dan jaminan kepastian hukum. Sehingga kepastian hukum yang ada menjadi kewajiban aparat penegak hukum untuk ditegakkan. Namun juga menjadi kewajiban bagi seluruh elemen pemerintahan Kota Pangkalpinang untuk tindaklanjuti perbuatan tidak senonoh tersebut. Baik dari kalangan Pemerintahan Kota, DPRD Kota, Polresta Pangkalpinang dan aparat hukum lainnya.
Sangat miris ketika kasus ini begitu dibiarkan, statement publik terhadap penegakan hukum saat ini akan memberikan pandangan bahwa “equality before the law” hanya sebatas asas yang tidak relevan dengan kondisi penegakan hukum saat ini. Pemerintah Kota Pangkalpinang termasuk DPRD Kota mempunyai legitimasi untuk menekankan penindaklanjutan secara hukum perbuatan AMD. Sebab ketika perbuatan yang melanggar asusila semacam ini terus dibiarkan, maka akan terus memicu munculnya tindakan asusila lainnya, sebab tindakan semacam ini dianggap tidak ada sanksi. Jadi hal inilah menjadi urgensi mengapa sanksi atas perbuatan melawan hukum tersebut harus ditegaskan. Selaku aktivis tentunya hari ini kita memberikan kontrol sosial terhadap isu sosial yang ada di Bangka Belitung. Terlepas yang melakukan perbuatan asusila itu mantan aktivis ataupun bukan, namun kami mengecam perbuatan ini tetap merupakan perbuatan yang bertentangan dengan asusila dan ketentuan hukum positif yang berlaku saat ini.
Dari berbagai hal yang mendasari sebuah urgensi untuk menindaklanjuti secara hukum perbuatan asusila oleh AMD terhadap pegawai Kantor DPRD Kota Pangkalpinang tersebut, maka dalam hal ini kita mendorong adanya tindaklanjut secara hukum atas perbuatan tersebut. Tujuan daripada upaya hukum tersebut ialah sebagai pemantik paradigma masyarakat terhadap upaya penegakan hukum di Bangka Belitung. Selain itu urgensi penegakan hukum yang dilakukan ialah untuk menyadarkan publik bahwa perbuatan yang melanggar asusila merupakan perbuatan yang melawan hukum sehingga padanya melekat sanksi. Baik itu sanksi pidana (penjara, denda dan sebagainya). Dinamika penegakan hukum terhadap kasus asusila ini akan terus kita kawal sampai ada upaya hukum terhadap pelaku dan jaminan kepastian hukum bagi korban. Karena peristiwa ini juga akan menyerang korban secara psikologis. (***)
Posted in Hukum, Uncategorized
GETARBABELCOM., BANGKA– Himpunan Pengusaha KAHMI (HIPKA) Bangka Belitung menyambut Idul…
TAJUNGPANDAN–Beberapa hari terakhir ini Disparbudkepora Pemprov Babel mendapatkan informasi yang…
GETARBABEL.COM, BELTIM– Sejumlah 20 finalis Bujang Dayang se-Beltim mulai memasuki…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…