Pos Bakum Aisyiyah Suluh Perempuan Cambai Selatan Buka Bantuan Layanan Hukum Online
By beritage |
GETAR BABEL.COM, BANGKA– Bernaung dibawah payung Aisyiyah yakni organisasi perempuan…
Saturday, 6 September 2025
Oleh: Akbar Bagus Satria || Pemuda Desa Pangek
Warga Desa Pangek merasakan ketidakadilan dari kebijakan Pemerintah Daerah yang menetapkan tapal desa secara sepihak. Penetapan tapal batas desa semestinya menjadi wujud keadilan bagi masyarakat Desa Pangek. Namun, ketika keputusan itu ditetapkan secara sepihak tanpa melibatkan partisipasi masyarakat yang terdampak, maka yang lahir bukanlah keadilan, melainkan ketidakpuasan dan berpotensi menimbulkan konflik antar Desa yang terkait.
Hal inilah yang kini dirasakan oleh masyarakat Desa Pangek, Kecamatan Simpang Teritip, yang mana batas wilayahnya “ditetapkan” begitu saja melalui penetapan tapal desa oleh pihak lain. Seharusnya Pemerintah Daerah melakukan penetapan melalui kesepakatan dari beberapa pihak terkait.
Menurut Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 Pasal 9 ayat 1 Penetapan, penegasan dan pengesahan batas Desa di
darat berpedoman pada dokumen batas Desa berupa Peta Rupabumi, Topografi, Minuteplan, Staatsblad, Kesepakatan dan dokumen lain yang mempunyai kekuatan hukum.
Tapal desa tidak boleh ditetapkan sepihak. Harus ada musyawarah dan kesepakatan antar desa yang berbatasan. Jika tidak tercapai, bupati/wali kota wajib menjadi mediator. Dokumen penetapan harus berupa berita acara kesepakatan dan dituangkan dalam Peraturan Bupati/Wali Kota.
Penolakan warga Desa Pangek terhadap Keputusan Bupati Bangka Barat Nomor: 188.45/675/1.20.03.3/2014 Tentang Batas Administrasi Pemerintahan Desa Dalam Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat dan Peraturan Bupati Nomor tahun 2024, bukan tanpa sebab, melainkan lahir dari rasa ketidakadilan yang mereka alami akibat penetapan tapal desa secara sepihak.
Penolakan yang dilakukan bukan bentuk pembangkangan, melainkan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Tapal desa bukan sekadar garis batas administratif di atas peta, tetapi menyangkut identitas, sejarah, dan hak hidup masyarakat yang telah lama menetap serta menggantungkan kehidupannya di wilayah tersebut. Keputusan sepihak ini jelas mengabaikan prinsip musyawarah yang menjadi ruh demokrasi desa.
Pemerintah Daerah semestinya bijak melihat persoalan ini. Tidak ada alasan untuk memaksakan batas wilayah tanpa kesepakatan bersama. Jika dibiarkan, kebijakan sepihak ini hanya akan melahirkan konflik horizontal antarwarga, menggerus rasa persaudaraan, menimbulkan perpecahan, bahkan berpotensi menimbulkan gesekan yang lebih luas. Masyarakat Desa Pangek berhak menuntut kejelasan, serta keterlibatan penuh dalam setiap proses penentuan batas wilayah. Pemerintah juga harus segera turun tangan, membuka ruang dialog, serta memastikan bahwa penetapan tapal desa didasarkan pada kajian sejarah, adat, dokumen resmi, dan aspirasi masyarakat.
Keputusan yang diambil tanpa melibatkan musyawarah bersama telah dianggap mengabaikan sejarah, hak, dan kepentingan masyarakat setempat. “Tapal desa bukan hanya soal garis di peta, tetapi juga soal keadilan, identitas, sumber mata pencaharian, masa depan generasi, dan penghormatan terhadap sejarah lokal”. Penolakan warga Desa Pangek adalah panggilan moral agar pemerintah tidak menutup mata terhadap suara rakyat kecil yang tengah memperjuangkan haknya. (*)
Posted in SOSBUD
GETAR BABEL.COM, BANGKA– Bernaung dibawah payung Aisyiyah yakni organisasi perempuan…
KOBA–Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Pesta demokrasi untuk memilih dan menentukan Bupati…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…