Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW  (26): Zakat, Solusi Pengentasan Kemiskinan

images

Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis dan Politikus Islam

ALHAMDULILLAH, berjumpa lagi dalam rubrik ini: Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW. Dambaanku, sejak pagi tadi sampai malam ini, bacaan dan hafalan Al-Qur’an kita bertambah. Bahkan, semua kemelut di rumah dan tempat kerja, diselesaikan dengan pendekatan Qur’ani. 

       Salah satu tolok ukurnya, kita tidak terlalu rungsing, apakah ada THR atau tidak menjelang idul fitri. Kita lupakan, apakah ada bingkisan lebaran atau tidak. Kita juga abaikan kebiasaan membeli sofa dan gorden baru menjelang 1 Syawal. Bahkan, kita juga santai dengan tiada baju lebaran baru. Sebab, semuanya bisa selesai dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai penghibur, penyejuk, dan obat segala penyakit hati. 

       Rasulullah SAW, pada hari-hari terakhir Ramadhan, ringan tangan dalam mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah. Sebab, selain zakat merupakan salah satu rukun Islam, Rasulullah SAW juga memiliki empati luar biasa terhadap golongan yang lemah, khususnya dalam hal materi. 

       Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan perilaku seperti itulah, mengkomuninasikan ibadah Rasulullah SAW yang tidak kalah pentingya selama Ramadhan:  Zakat, Solusi Pengentasan Kemiskinan.

Rasulullah SAW dan Amal Sosial

       Puluhan, bahkan mungkin ratusan ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata-kata kembar: “allaziyna ‘aamanu, wa ‘amilushalihah.” Kata-kata tersebut mengindikasikan bahwa, pintu gerbang Islam itu adalah: “beriman dan beramal saleh.”

        Bagimana bentuk, model, dan corak pintu gerbang itu. ? Perhatikanlah, puluhan, bahkan mungkin ratusan kata-kata kembar ini dalam Al-Qur’an: “aqiymushallah wa ‘aatuzaqah.” 

         Kata-kata kembar ini menunjukkan bahwa, bentuk operasional dari “aamanu” itu adalah shalat. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh dia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh dia telah gagal dan rugi.” (HR Tirmizi dan Nasai). 

        Pada waktu bersamaan, aplikasi dari amal saleh adalah zakat. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: “Jagalah harta-harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan shadaqah, dan bersiap-siaplah terhadap musibah dengan doa.” (HR Ath-Thabarani). 

       Hadits ini menunjukkan betapa tingginya amal sosial Raulullah SAW. Bahkan, Rasulullah SAW tidak jadi mengonsumsi sebutir kurma untuk membatalkan shaumnya, karena mendengar ada salam di pintu rumah beliau. Rupanya seorang pengemis. Rasulullah SAW lalu menyerahkan sebutir kurma itu ke sang pengemis. Baginda kemudian hanya membatalkan shaumnya dengan segelas air zam-zam.

         Perilaku Rasulullah SAW menunjukkan bahwa, semakin intensif ibadah ubudiyah seseorang bertambah gencar amal sosialnya.

Zakat dan Pengentasan Kemiskinan

         Zakat berasal dari kata ‘zakaa-yazkuu-zakaatan’ yang memiliki arti bersih, baik, tumbuh, dan berkembang. Zakat, menurut istilah, adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan setiap muslim apabila telah mencapai nishab dan haul. Zakat itu harus diserahkan ke orang tertentu yang berhak menerimanya.

       Zakat dikenal dengan kategori, zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah merupakan zakat pribadi yang wajib dikeluarkan umat Islam sebelum Idul Fitri, mulai dari bayi sampai kakek/nenek yang hampir meninggal. Zakat mal adalah sejumlah kekayaan yang harus dikeluarkan berdasarkan perhitungan tertentu menurut syariat Islam.

       Zakat fitrah wajib dikeluarkan setiap individu muslim/muslimah, sesuai ketentuan Al-Qur’an berikut:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah: 103).

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS Al-Baqarah: 43).

       Dua ayat di atas menunjukkan, mengapa ratusan ayat Al-Qur’an yang menjadikan perkataan shalat dan zakat sebagai kata-kata majemuk.  Begitu pula halnya dengan perkataan iman dan amal saleh.  Salah satunya adalah Surah Al-Baqarah, ayat 277: 

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Maknanya: 

1. Iman berbanding lurus dengan amal saleh. Konsekwensi logisnya, makin beriman seorang, semakin banyak amal salehnya. Salah satu amal saleh yang strategis adalah mengeluarkan zakat, infak dan sedekah. Apalagi, dalam sistem Islam, sumber keuangan negara adalah zakat, infak, sedekah dan wakaf. 

       Abu Bakar, ketika menjadi Khalifah, menyerang perkampungan suatu kaum muslimin karena mereka ingkar dalam membayar zakat harta.

2. Ayat Al-Qur’an ”Tegakkan shalat dan keluarkan zakat,” menunjukkan bahwa, semakin rajin shalat seseorang, bertambah rajin dia mengeluarkan zakat, infak dan sedekah. Dampak positifnya, kesalehan vertikalnya berbanding lurus dengan kesalehan sosialnya 

        Dua catatan di atas, menunjukkan bahwa, zakat, infak dan sedeqah merupakan program yang strategis dalam menciptakan kesejateraan rakyat dan keadilan sosial. Perkataan lain, zakat, infak dan sedekah merupakan program strategis dalam memberantas kemiskinan struktural. 

        Persoalannya, Lembaga Pengelola zakat, infak, dan sedekah harus transparan, akuntabel dan profesional sehingga berdaya guna dan berhasil guna. Lembaga ini bersama MUI, perlu mengsinerjikan pembayaran zakat dan pajak. Sebab, dalam sistem Islam, warga negara muslim/muslimah tidak membayar pajak. Ini karena mereka sudah membayar zakat. 

       Namun, penduduk non-muslim wajib membayar pajak. Sebab, sekalipun Indonesia bukan negara Islam, tetapi kelima sila dalam Pancasila dan pasal 29 UUD 45 adalah ajaran Islam. Apalagi, 90% penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga masalah ini harus diselesaikan. 

       Mungkin sistem di Malaysia dapat dicontoh pemerintah Indonesia, yaitu: tanda terima pembayaran zakat dijadikan sebagai pengurang dari nilai pajak seorang warganegara Islam. Aplikasinya, seseorang misalnya harus membayar pajak penghasilan sebesar Rp. 1 juta rupiah. Namun, dia telah mengeluarkan zakat harta sebesar Rp. 500.000. Konsekwensi logisnya, dia cukup menyetor Rp. 500.000 ke Dirjen Pajak. 

Simpulan

1. Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, diyakini sebagai satu-satunya jalan pengentasan kemiskinan masyarakat. Pada waktu yang sama, bisa tercipta kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia sebagaimana amanat Mukadimah UUD 45.

2. Zakat, infak, dan sedekah bisa berdaya guna dan berhasil guna, jika Lembaga Pengelola Zakat, Infak, dan Zakat, akuntabel dan profesional. Pada waktu yang sama, Lembaga Pengelola Zakat, Infak, dan Zakat bersama MUI memperjuangkan UU zakat yang menetapkan zakat sebagai pengurang pajak seorang muslim 

       Marilah mulai hari ini, anda, saya, kita semua menjadikan zakat, infak, dan sedeqah sebagai suatu perilaku sebagaimana target sila kelima Pancasila, yaitu Terciptanya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dampak positifnya, kita berlomba-lomba dalam meraih bendera taqwa pada 1 Syawan nanti. In syaa Allah (Masjid As-Salam, Depok, 25 Maret 2025).

Posted in

BERITA LAINNYA

Selamat Milad-78 HMI, Yakusa!

Okeh: Agung Pangestu Prayogo || Ketua BPD HIPKA Bangka Selatan…

Begini Respon Syahbudin Setelah Mulkan – Ramadian Dapat Rekom PDIP

GETARBABEL.COM, BANGKA– Setelah melalui proses penjaringan yang cukup panjang, akhirnya…

Pelajar Kabupaten Bangka Dilatih Menulis Cerpen dan Baca Puisi

GETARBABEL.COM, BANGKA — Puluhan pelajar dari berbagai sekolah SD dan…

POPULER

HUKUM

mediaonlinenatal2024ok

IPTEK

PolitikUang-Copy

TEKNOLOGI