Pondasi Peradaban Baru (19, Tamat): Urgensi Fiqih Peradaban (Meneguhkan Epistemologi sebagai Pilar Reorientasi Strategis)

images (9)

Oleh: Maman Supriatman || Alumni HMI

Pendahuluan: Krisis Repetisi dan Absennya Fiqih Strategis

Setelah lebih dari setengah abad sejak masa keemasan pemikiran reformis era 1970–90an, seperti yang digagas oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur), dunia Islam, termasuk Indonesia, tampak kekurangan narasi besar yang mampu menavigasi perubahan zaman.

Wacana keislaman cenderung berputar dalam siklus normatif tanpa artikulasi strategis yang menyentuh dimensi kebijakan publik, geopolitik, dan peradaban global.

Dalam konteks ini, absennya Fiqih Peradaban menjadi krisis epistemik yang mendesak untuk diatasi.

Fiqh al-Hadharah: Makna dan Urgensinya

Fiqih Peradaban (fiqh al-ḥaḍārah) bukanlah pengganti Fiqih klasik (ahkam), melainkan perluasan epistemik yang menjadikan tauhid sebagai pusat pandang dunia (worldview) dan maqāṣid al-sharī‘ah sebagai kerangka etik kebijakan.

Ia bukan semata hukum, melainkan visi strategis kolektif untuk menata ulang relasi umat dengan zaman.

Konsep ini menyiratkan perlunya perangkat ijtihad yang menyatukan tafsir Al-Qur’an, ilmu sosial, kebijakan publik, dan diplomasi.

Fiqih Peradaban menggeser orientasi dari reaktivitas sektoral menjadi sinergi strategis lintas-disiplin.

Pilar-Pilar Fiqih Peradaban

  1. Tauhid sebagai Worldview

Tauhid bukan hanya prinsip teologis, tetapi dasar integratif seluruh aspek kehidupan, dari sains hingga pemerintahan.

Dalam konteks ini, tauhid menolak fragmentasi ilmu dan politik yang tercerabut dari nilai.

  1. Epistemologi Qur’ani

Ayat-ayat seperti QS Al-Hujurat:13, Ar-Rum:7, dan Al-A’raf:179 mengandung kerangka epistemik yang kritis terhadap kerusakan sosial.

Tafsir kontekstual terhadap ayat-ayat ini dapat menjadi basis analisis kebijakan dan arah pembangunan.

  1. Etika Bashirah

QS. Al-Hajj:46 menekankan perlunya kebijakan yang lahir dari penglihatan hati (bashirah), bukan semata logika administratif.

Ini memberi dasar bagi lahirnya kebijakan yang bermoral dan visioner.

  1. Ijtihad Strategis Global

Fiqih Peradaban mendorong reinterpretasi jihad, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan sebagai instrumen kemerdekaan epistemik umat dari hegemoni Barat dan sistem global yang timpang.

Studi Kasus Internasional

  1. Turki di bawah AKP

Turki berhasil menyinergikan modernisasi infrastruktur dengan warisan Ottoman dan identitas Islam.

Dalam kerangka Fiqih Peradaban, ini menunjukkan artikulasi antara nilai dan kebijakan negara.

  1. Iran dan Wilayat al-Faqih

Meski kontroversial, Iran menunjukkan keberanian membangun sistem politik berbasis teologi dan anti-hegemonik terhadap kekuatan global, suatu bentuk politik peradaban.

  1. Qatar dan Malaysia

Kedua negara ini menampilkan integrasi antara ekonomi, teknologi, dan citra Islam global dalam kebijakan publik dan diplomasi budaya.

Posisi Indonesia

Indonesia, meski mayoritas Muslim, belum berhasil melahirkan narasi besar pasca-era Cak Nur.

Pemerintah cenderung menempatkan Islam sebatas ruang toleransi, bukan sebagai sumber inspirasi arah kebijakan strategis.

Modernisasi berjalan tanpa basis tauhidik, mengakibatkan pembangunan terfragmentasi secara spiritual dan kultural.

Bahkan, Kementerian Agama maupun Ormas-ormas Islam belum memiliki komisi atau pusat Fiqih strategis yang mengawal arah besar umat dan bangsa.

Ini adalah bentuk kekosongan kebijakan publik dalam kerangka maqāṣid al-sharī‘ah (tujuan syariah).

“Islam tidak cukup hanya dijadikan nilai moral individual; ia harus menjadi kerangka epistemik dalam tata kelola kebijakan negara.”
(Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC, 1993).

Rekomendasi Kebijakan Publik

  1. Revitalisasi PTKI sebagai Think Tank

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam perlu diarahkan menjadi pusat produksi pemikiran strategis, bukan sekadar lembaga normatif ritualistik.

  1. Komisi Fiqih Peradaban Nasional

Lembaga seperti MUI perlu membentuk Komisi Fiqih Peradaban yang merumuskan peta jalan Islam dalam pembangunan nasional dan global.

  1. Integrasi Tauhid dalam RPJMN

Perencanaan pembangunan jangka panjang nasional (RPJMN) harus memuat indikator maqāṣid, bukan sekadar PDB dan infrastruktur fisik.

  1. Diplomasi Peradaban

Indonesia perlu memimpin diplomasi Islam global berbasis maqāṣid dan tauhid untuk mengonsolidasikan visi bersama dunia Islam.

Epilog: Seruan untuk Renaisans Bashirah

Fiqih Peradaban adalah undangan bagi para pemikir, negarawan, dan akademisi Muslim untuk keluar dari krisis repetisi dan menata ulang orientasi umat.

Dalam dunia yang dilanda disrupsi dan kekacauan nilai, hanya bashirah yang dapat menuntun peradaban menuju cahaya.

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami (realitas)?” (QS. Al-Hajj: 46).

والله أعلم

MS 03/07/25

(Foto: ilustrasi/IST)

Posted in

BERITA LAINNYA

Miris Suasana Apel Senin Pemkab Bangka, Pegawai Gunakan Seragam Belang Beling

GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris melihat suasana kegiatan rutin apel…

Bawaslu Bangka Ajak Media Kawal Demokrasi Melalui Pemberitaan Berimbang dan Adil

GETARBABEL.COM, BANGKA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bangka menggelar…

Antisipasi Balapan Liar dan Tawuran Pemuda, Polres Bangka Patroli Malam

GETARBABEL.COM, BANGKA —Satuan Lalu Lintas Polres Bangka melaksanakan patroli malam…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI