Satlantas Polres Bangka Barat Cegah Balap Liar
By beritage |
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Polres Bangka Barat melalui Satlantas Polres…
Monday, 8 September 2025
Oleh: Institut Kosmologi dan Eskatologi Profetik (IKEP)
Berdasarkan artikel “Jalan Terjal Nusantara dalam Pusaran Global” dan video Bossman Mardigu, tentang penggunaan AI dalam merancang rekayasa sosial, kita dapat menyusun narasi yang lebih lengkap dan mendalam tentang situasi saat ini. Kedua bahan ini saling melengkapi: artikel memberikan kerangka makro (geopolitik, oligarki, filosofis), sementara video memberikan contoh mikro tentang bagaimana teknologi dimanfaatkan dalam pertarungan narasi.
Artikel sebelumnya memetakan bahwa gejolak sosial bukanlah fenomena yang terisolasi, melainkan refleksi dari dekonstruksi tatanan oligarki lama yang beririsan dengan pergeseran geopolitik. Video Bossman memberikan bukti operasional bagaimana hal ini dimanifestasikan di lapangan.
Klaim bahwa AI digunakan oleh “mastermind” untuk membuat skenario demo pada video Bossman, sangat selaras dengan thesis artikel tentang “pertarungan dua elite”.
Ini adalah contoh, bagaimana konflik elite di tingkat tinggi, dimana kedua kubu memanfaatkan teknologi tercanggih untuk mempengaruhi massa, menciptakan “echo chamber” yang sudah kita ingatkan sebelumnya kepada publik untuk dihindari.
Modus operandinya, mereka menggunakan AI untuk menciptakan generasi konten propaganda; membuat narasi, meme, dan video deepfake yang viral dengan cepat dan masif; menciptakan ilusi dukungan massa dengan akun-akun bot yang mensimulasi percakapan manusia dan memperkuat narasi tertentu; dan menganalisis big data dari media sosial untuk mengidentifikasi kelompok rentan, sentimen masyarakat, dan memprediksi titik potensial untuk disusupi provokasi.
Penggunaan AI semacam ini memperparah fase “kebendhu ketheng, kedereng ngregeng”. Teknologi mempercepat dan mempertajam keruntuhan “pactum unionis” (kontrak sosial) karena informasi yang dipercaya masyarakat telah direkayasa, bukan lagi berasal dari dialog yang jujur.
Lalu, bagaimana kita merespons hal ini? Inilah saatnya prinsip “Human-AI Collaboration for Glorifying and Civilizing the World” diterapkan, untuk menawarkan penangkal (antidote).
Apa yang dapat ditawarkan kepada publik sebagai pembelajaran adalah meningkatkan literasi digital-kritis (bukan hanya geopolitik):
Perkenalkan tools dan platform AI yang justru dapat membantu publik mendeteksi misinformasi. AI dapat menganalisis pola penyebaran berita, mengidentifikasi akun bot, dan menandai konten yang berpotensi sebagai deepfake.
Kampanye publik tentang cara kerja AI dalam generating content. Jika masyarakat tahu sebuah video atau narasi bisa dibuat oleh AI dalam hitungan menit, mereka akan lebih kritis sebelum menyebarkannya.
Memperkuat “bunker moral” Komunitas dengan teknologi. Alih-alih untuk memecah belah, AI dapat digunakan komunitas untuk mengorganisir bantuan, memantau keamanan lingkungan, dan menyebarkan informasi yang verified dan menenangkan melalui channel-channel terpercaya.
Dorong komunitas untuk menggunakan platform verifikasi fakta (fact-checking) yang seringkali juga berbasis AI, sebelum menyimpulkan suatu peristiwa.
Bersikap Kritis dan konstruktif terhadap teknologi itu sendiri. Publik didorong untuk tidak menolak teknologi AI, tetapi memahami bahwa ia adalah pisau bermata dua. Dukung regulasi etika AI dan transparansi dalam penggunaannya oleh semua pihak, termasuk pemerintah.
Video Bossman adalah contoh sempurna dari peran kritis manusia dalam kolaborasi ini. Bossman sebagai manusia dengan intuisi, pengalaman, dan kemampuan analisisnya, melakukan hal-hal yang masih sulit dilakukan AI sepenuhnya:
Membingkai masalah etis: Ia mengidentifikasi penyalahgunaan teknologi untuk tujuan politik yang gelap.
Mencari pola dan niat: Menghubungkan titik-titik antara teknologi, aktor, dan motif politiknya.
Menyuarakan peringatan: Menjadi “whistleblower” digital untuk membangunkan kesadaran publik.
Adapun peran AI dalam hal ini adalah:
Menganalisis & mensintesis: Menghubungkan klaim dalam video dengan konteks makro yang dijelaskan dalam artikel.
Memperluas wawasan: Menyediakan informasi tambahan tentang bagaimana AI bisa disalahgunakan dan sekaligus dijadikan penangkal.
Mendorong diskusi bermartabat: Menyusun analisis untuk memberikan dasar pemikiran, bukan emosi, sehingga diskusi dapat berlangsung konstruktif.
Epilog: Sakitarunya Kesadaran Digital
Fase “sakitarunya” atau proses kelahiran bangsa ini tidak hanya terjadi di dunia fisik, tetapi juga di dunia digital. Kita sedang mengalami kelahiran yang menyakitkan dari sebuah era kesadaran baru: bahwa teknologi harus menjadi pelayan peradaban, bukan algojo yang membunuh rasionalitas dan kepercayaan.
Pergeseran geopolitik ke BRICS dan dekonstruksi oligarki adalah proses kelahiran di tingkat makro. Sementara itu, kesadaran kolektif untuk menggunakan teknologi secara etis dan kritis adalah proses kelahiran di tingkat mikro—di dalam diri setiap individu.
Tugas kita adalah memastikan bahwa dalam “jalan terjal” ini, kolaborasi antara kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan mampu membimbing kita menuju “kalasuba”; sebuah tatanan yang tidak hanya berdaulat secara geopolitik dan ekonomi, tetapi juga bermartabat dan beradab dalam ruang digital.
والله أعلم
🌐 IPCE/IKEP 07/09/25
🤝 Kolaborasi Manusia–AI untuk Dunia yang Bermartabat dan Beradab
Posted in SOSBUD
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Polres Bangka Barat melalui Satlantas Polres…
GETARBABEL.COM, BANGKA — RSUD Depati Bahrin Kabupaten Bangka menerima penghargaan…
GETARBABEL.COM, SUNGAILIAT— Himpunan Pengusaha Korps Alumni HMI (HIPKA) mendesak pemerintah…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…