Opini || Menyoal Tindakan Gus Miftah: Keteladanan yang Tercoreng di Hadapan Publik

Oleh : Muhammad Iqro’ Attaturk || Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

PERILAKU Gus Miftah yang mengolok-olok seorang penjual es teh di depan khalayak ramai sangat disayangkan, terlebih mengingat posisinya sebagai tokoh agama sekaligus sosok yang pernah dipercaya menjadi bagian dari agenda kenegaraan. Sebagai seseorang yang memiliki pengaruh luas, tindakannya tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga mencoreng nilai-nilai etika yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang tokoh agama.

Lebih memprihatinkan, banyak pemuka agama yang memberikan pembelaan atas tindakan Gus Miftah, meskipun jelas bahwa perbuatannya tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang moral maupun agama. Hal ini menunjukkan adanya standar ganda dalam menilai kesalahan, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan publik terhadap integritas pemimpin agama.

Permintaan maaf yang disampaikan Gus Miftah pun terasa kurang tulus, lebih menyerupai formalitas daripada refleksi penyesalan yang mendalam. Sikapnya yang terkesan memaksa dan tetap angkuh hanya menambah ketidakpuasan masyarakat, memperlihatkan kurangnya empati terhadap korban, serta kegagalan dalam memberikan teladan yang baik sebagai seorang publik figur.

Tokoh agama seharusnya menjadi panutan dalam bersikap rendah hati, menjaga lisan, dan memberikan teladan yang baik, bukan justru menjadi penyebab luka bagi orang lain. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga kehormatan jabatan atau pengaruh yang diemban, serta mendahulukan prinsip akhlak dalam setiap perbuatan. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran agar hal serupa tidak terulang, baik oleh Gus Miftah maupun tokoh lainnya yang memiliki tanggung jawab moral di hadapan publik. (*)