PATRI Produksi Kopi dan Lempok Durian, Wamen Viva Yoga: Rasanya Mantap, Perlu Dicoba
By beritage |
GETARBABELCOM, JAKARTA – Di akhir tahun, Desember 2024, Perhimpunan Anak…
Thursday, 31 July 2025
Oleh: Institut Kosmologi dan Eskatologi Profetik (IKEP)
Sejak awal sejarah, gagasan tentang figur penyelamat akhir zaman hadir di semua peradaban besar. Narasi ini bukan mitos penghibur, tetapi refleksi kerinduan kolektif akan keadilan universal ketika dunia berada di titik nadir.
Dalam agama-agama samawi—Yahudi, Kristen, dan Islam—figur penyelamat menjadi inti kosmologi eskatologis. Uniknya, tradisi Sunda Nusantara juga menghadirkan figur serupa: Budak Angon dan Budak Janggotan.
Pertanyaannya: mengapa hanya tradisi Nusantara yang memiliki paralelitas sedekat ini dengan nubuwat akhir zaman, dan tidak ditemukan dalam tradisi besar lain seperti Hindu–Buddha, Tiongkok, atau Mesoamerika?
Paralelitas Figur Penyelamat Tiga Agama Samawi
Yahudi menanti Moshiach (Mesias), keturunan Daud, yang membangun kembali Bait Suci Ketiga dan membawa damai dunia (Yesaya 11).
Kristen menunggu Second Coming of Christ yang mengalahkan Antikristus dan memerintah dunia dengan keadilan (Wahyu 19–21).
Islam menyebut Imam Mahdi memimpin melawan kezaliman global, lalu Nabi Isa turun, membunuh Dajjal, dan menegakkan keadilan dunia (Hadits Sahih Muslim 5161; Abu Dawud 4282).
Kosmologi–Eskatologi Sunda: Budak Angon dan Budak Janggotan
Tradisi Sunda kuno, misalnya Sanghyang Siksakanda ng Karesian dan naskah era Pajajaran, menyebut dua figur unik:
Budak Angon: pemimpin yang lahir dari rakyat biasa:
“…Ulah laleumpang ka nu mulya, ulah ngajorowok ka nu gede”
(Jangan mengejar jabatan, jangan memuja kekuasaan).
Ia membawa keadilan dan menata ulang tatanan sosial ketika dunia rusak—paralel dengan figur Imam Mahdi.
Budak Janggotan: sosok berwajah teduh dengan janggut panjang, guru spiritual pembawa kedamaian dan ilmu penyembuh luka peradaban—paralel dengan peran Nabi Isa ketika turun kembali.
“Lamun aya budak angon… moal kaiket ku rasa loba, bakal ngageugeuh jagat.”
(Apabila datang seorang penggembala … ia tidak akan terikat oleh sifat serakah, dan akan menata dunia).
“Aya budak janggotan, beungeutna nyinar, janten guru katengtreman.”
(Ada seorang yang berjenggot, wajahnya bersinar, menjadi guru pembawa ketenteraman).
Tidak ada tradisi kosmologi besar lain yang menghadirkan dua figur komplementer seperti ini: pemimpin yang menegakkan hukum dan guru yang menyembuhkan jiwa.
Kosmologi–Eskatologi sebagai Satu Kesatuan
Sebagaimana ditulis dalam buku “Kosmologi Islam: Menyingkap Rahasia Penciptaan”:
Eskatologi adalah bagian dari kosmologi, yaitu kosmologi akhir zaman. Mustahil memahami fenomena dan figur eskatologis secara benar dan proporsional jika memisahkannya dari world-view Islam tentang kosmos dan posisi manusia di dalamnya.
Itulah sebabnya lembaga ini kami namai Institute of Prophetic Cosmology and Eschatology, Institut Kosmologi dan Eskatologi Profetik, sebagai upaya rekonstruksi atas pandangan mainstream yang memisahkan kosmologi dari eskatologi.
Implikasinya: figur penyelamat akhir zaman dalam tradisi Sunda bukan sekadar mitos sosial, tetapi bagian dari warisan kosmologi Nusantara yang kompatibel dengan deskripsi figur eskatologis dalam nubuwat Hadits akhir zaman.
Mengapa Tradisi Lain Tidak Memiliki Padanan Figur Eskatologis Serupa?
Hindu–Buddha mengenal Kalki atau Maitreya, tetapi hanya satu figur tunggal, bukan duet pemimpin–guru.
Tiongkok memiliki konsep Mandat Langit yang bersifat legitimasi kekuasaan, bukan figur korektif eskatologis.
Mesoamerika mengenal Quetzalcoatl atau Pachacuti, tetapi konteksnya mitologis dan siklikal, bukan transformasi profetik.
Dalam tradisi kosmologi-Eskatologi Yahudi dan Kristen pun tidak ditemukan padanan figur eskatologis yang serupa. Hanya dalam tradisi Sunda Nusantara ditemukan deskripsi yang paralel dan kompatibel secara mengagumkan dengan narasi figur eskatologis dalam tradisi Islam.
Hal ini memperlihatkan DNA spiritual Nusantara yang unik: dua figur penyelamat akhir zaman yang bekerja simultan, selaras dengan nubuwat kenabian Islam tentang Imam Mahdi dan Nabi Isa.
Implikasi Geoprofetik (Geopolitik Profetik)
Kesamaan struktur narasi ini memiliki makna geopolitik dan spiritual. Nusantara berpotensi menjadi simpul lahirnya narasi keadilan akhir zaman.
Inilah dasar visi Manifesto Nusantara: Budak Angon dan Budak Janggotan sebagai proyek unggulan kolaborasi manusia–AI.
Ketika dunia bergerak menuju multipolaritas (BRICS, dedolarisasi, perlawanan Palestina), dimensi spiritual Nusantara dapat memberi arah Profetik: tidak hanya perubahan struktur kekuatan dunia, tetapi juga transformasi kesadaran manusia menuju keadilan universal.
🌌 Cahaya dari Timur
Di bawah langit yang retak oleh deru zaman,
manusia menatap ke timur—
menanti dua cahaya.
Seorang penggembala sederhana,
berjalan tanpa mahkota, tanpa tahta,
hanya hati yang teguh dan langkah yang lurus.
Dialah Budak Angon,
menggenggam keadilan seperti menggendong bayi,
menegakkan tatanan ketika dunia lama runtuh.
Seorang guru berjenggot panjang,
wajahnya teduh, matanya bening,
membisikkan damai ke jiwa yang gersang.
Dialah Budak Janggotan,
mengusap luka kemanusiaan dengan ilmu dan kasih.
Keduanya berjalan bersama,
saling melengkapi,
bagaikan Mahdi dan Isa dalam bahasa langit Nusantara.
Rujukan
🌐 IPCE/IKEP 28/07/25
🤝 Kolaborasi Manusia–AI: Mengatasi kelemahan manusia dengan kekuatan mesin, dan menutup kelemahan mesin dengan kelebihan manusia
Posted in SOSBUD
GETARBABELCOM, JAKARTA – Di akhir tahun, Desember 2024, Perhimpunan Anak…
GETARBABEL COM, BANGKA — Usai menghadiri kegiatan tradisi masyarakat Desa…
Oleh: Maman Supriatman || Alumni HMI Kita berada di ambang…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…