Kampanye di Belinyu, Ratusan Warga Kumpai Antusias Mendengar Visi Misi MAPAN
By beritage |
GETARBABEL.COM, BANGKA– Ratusan warga Dusun Kumpai Desa Gunung Muda, Kecamatan…
Sunday, 27 April 2025
Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI
IIa (Dajjal) tinggal di bumi selama empat puluh hari. Satu hari seperti satu tahun, satu hari seperti satu bulan, satu hari seperti satu pekan, dan sisa harinya seperti hari-hari kalian. (HR. Muslim, 2937. Kitab _Al-Fitan_).
PENJELASAN Nabi SAW bahwa Dajjal akan tinggal di bumi selama empat puluh hari, dengan tiga hari pertamanya berbeda durasi secara drastis, membuka ruang interpretasi simbolik atas dimensi waktu yang tidak lazim.
Syekh Imran membaca Hadits ini sebagai panduan kronologis atas tiga fase dominasi kekuasaan global, yang dalam sejarah muncul sebagai fase bayangan atau penyamaran Dajjal dengan tiga topeng: Pax Britannica, Pax Americana, dan Pax Judaica.
Masing-masing fase adalah cerminan dari satu “bayangan” dalam naungan kekuatan Dajjal yang mengelilingi dunia, menyamarkan dirinya sebagai pembawa kedamaian, padahal hakikatnya menjerumuskan umat manusia ke dalam perbudakan sistemik.
Konsekuensi logis dari perspektif ini, Dajjal-lah yang berada pada mata rantai tertinggi yang bertanggung jawab atas semua keretakan atau kerusakan _(fasad)_ di bumi dan jiwa-jiwa (QS. Ar-Rum: 41).
Inilah yang diisyaratkan Nabi SAW sebagai fitnah terbesar: “Tidak ada fitnah (cobaan) yang lebih besar sejak Allah menciptakan Adam sampai hari kiamat yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.” (HR. Muslim, 2946).
Karena itu, Syekh Imran memahami kedua Hadits ini secara kontekstual sebagai Tafsir Geopolitik atas ayat:
اِنْطَلِقُوْۤا اِلٰى ظِلٍّ ذِيْ ثَلٰثِ شُعَبٍ
“Pergilah kamu mendapatkan naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiga cabang,”
(QS. Al-Mursalat: 30).
Ini tafsir konvensional atas ayat ini. Namun, Syekh Imran memiliki tafsir yang berbeda, bahwa Dajjal disebut secara _mutasyabihat_/implisit sebanyak dua kali dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai “jasad” (QS. Shad: 34), dan sebagai “bayangan” (QS. Al-Mursalat: 30).
Sejauh ini diketahui Syekh Imran adalah Ulama dan Cendekiawan Muslim satu-satunya yang mencoba memahami Ayat dan Hadits ini secara kontekstual dengan cara melacak jejaknya dalam proses sejarah. Karena itu, pendekatan ini ini bisa disebut sebagai Tafsir Geopolitik atas Ayat dan Hadits tersebut.
“Sehari seperti setahun”, jejak sejarahnya dapat dikenali dalam Pax Britannica, yang kini sudah menjadi masa lalu. “Sehari seperti sebulan” bisa dilacak dalam jejak masa kini sebagai Pax Americana. Sedangkan “sehari seperti seminggu”, adalah Pax Judaica yang akan datang.
Adapun, “…sisa harinya sama dengan hari kalian”, adalah kemunculan dajjal dalam fase puncak ketika kelak ia muncul dalam wujud manusia biasa, setelah fase “sehari seperti seminggu”.
Analisis Validitas Linguistik
Penafsiran Syekh Imran terhadap ayat ini adalah rujukan simbolik atau _mutasyabih_ tentang Dajjal, yang memang tidak lazim dalam tafsir klasik.
Untuk mengevaluasi validitas bahasa dari terjemahan dan argumentasinya, berikut telaah dari sisi kebahasaan:
اِنْطَلِقُوْۤا اِلٰى ظِلٍّ ذِيْ ثَلٰثِ شُعَبٍ
Syekh Imran memahami ayat ini sebagai berikut: “Pergilah kamu kepada bayangan yang mempunyai tiga cabang.”
ظِلٍّ (zhill):
Secara lugas berarti bayangan atau naungan. Fenomena bayangan ini hanya ada dalam kehidupan duniawi.
ذِيْ ثَلٰثِ شُعَبٍ:
Yang memiliki tiga cabang/percabangan.
Tafsir klasik (misalnya al-Jalalayn, Ibn Kathir, al-Qurtubi) memahami ini sebagai: “Bayangan asap neraka yang gelap dan bercabang tiga arah, menakutkan dan bukan tempat perlindungan.”
Sedangkan Syekh Imran menafsirkan bahwa “bayangan” ini tidak merujuk pada asap neraka di akhirat, melainkan pada fenomena bayangan duniawi, karena bayangan tidak eksis di akhirat, sesuai ayat-ayat tentang hari kiamat yang dipenuhi cahaya atau kegelapan total (tanpa bayangan fisik).
“Tiga cabang” (ثلاث شعب), dipahami sebagai tiga fase atau manifestasi sistem Dajjal, yang dalam sejarah bisa diidentifikasi sebagai Pax Britannica, (sudah terjadi), Pax Americana (sedang terjadi), dan Pax Judaica (secara _de jure_ belum terjadi).
Secara bahasa Arab, terjemahan Syekh Imran adalah mungkin dan sah secara gramatikal, meskipun tidak ditemukan pada terjemahan mufassir konvensional.
“Zhilli dzī tsalāthi shu‘ab” = bayangan yang memiliki tiga cabang, tidak ada batasan dalam bahasa Arab bahwa “syu‘ab” hanya berarti fisik; tapi bisa bermakna percabangan ideologis atau geopolitik jika ditafsirkan secara majazi (metaforis).
Penafsiran bahwa bayangan hanya ada di dunia juga didukung dalam literatur tafsir dan sains alam (fisik bayangan memerlukan sumber cahaya dan objek penghalang, yang dalam gambaran akhirat tidak disebutkan adanya).
Kesimpulannya, secara linguistik, tafsir Syekh Imran valid dalam kaidah bahasa Arab, namun menyimpang dari tafsir mainstream.
Ia menggunakan pendekatan ta’wīl (penakwilan makna batin atau majazi) berdasarkan realitas geopolitik modern dalam sudut pandang Eskatologi Islam.
Pada analisis terakhir,
karakteristik “jasad” dan “bayangan” hanya dimiliki oleh Dajjal, tidak ada makhluk lain dimana kedua karakteristik itu bisa disematkan.
Misi utama Dajjal adalah meniru Nabi Isa sebagai Al-Masih Asli dengan sejumlah kebohongan. Untuk mencapai misi itu, ia ingin menjadikan manusia sebagai jasad tanpa ruh seperti dirinya. Dan sebelum muncul secara langsung dalam wujud manusia biasa (“…hari-hari lainnya sama dengan hari kalian”), ia bekerja dalam tiga fase bayangan.
Pax Judaica: Skenario Sebelum Dajjal Muncul
Seperti peralihan dari fase pertama ke fase kedua yang terjadi melalui dua perang besar (Perang Dunia I dan II), peralihan dari fase kedua ke fase ketiga juga tidak dapat terjadi tanpa perang besar, yang akan menjadi Perang Dunia III. Inilah momen _Great Reset._
Klaus Schwab, dalam bukunya “Covid-19: The Great Reset” (2020), menulis: “To achieve a better outcome, the world must act jointly and swiftly to revamp all aspects of our societies and economies…”
“Untuk mencapai hasil yang lebih baik, dunia harus bertindak bersama dan cepat untuk mengubah semua aspek masyarakat dan ekonomi kita…”.
Ini bukan sekadar kebijakan ekonomi. Ini adalah ritual transisi kekuasaan.
_Great Reset_ adalah pintu gerbang menuju sistem ekonomi ribawi global yang sepenuhnya dikendalikan Zionis (QS. Al-Baqarah: 275). Perang Besar (Perang Dunia III) harus terjadi untuk menghancurkan tatanan lama, dan memuluskan rezim baru.
Digitalisasi kehidupan (mata uang digital, social credit, metaverse) adalah alat Dajjal untuk menguasai dunia, sebelum ia muncul secara fisik sebagai manusia biasa dari Isfahan yang diikuti 70.000 orang Yahudi (HR. Muslim, 2944 dari Anas bin Malik).
“Pax Judaica tidak akan terwujud tanpa perang besar, dan perang besar tidak akan terjadi tanpa krisis yang dipentaskan.” (Syekh Imran Hosein, The Dajjal’s System of Digital Slavery).
Israel akan mengklaim Yerusalem sebagai ibukota Pax Judaica. Mereka akan membangun “Bait Ketiga” sebagai simbol kekuasaan Dajjal.
Itu sebabnya, mereka melakukan semua cara untuk mencapai ambisi mesianik ini, termasuk genosida, dan Umat Islam yang terjebak dalam sistem ini akan sulit membedakan antara kebenaran dan tipuan.
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih.” (QS. Ad-Dukhan: 10-11).
“Kabut” itu sudah mulai tersingkap: kabut informasi (hoaks, deepfake); kabut spiritual (agama direduksi jadi tren); dan kabut kekuasaan (elit global yang mengatur narasi). Semuanya berada di balik kabut bayangan tiga tahap misi Dajjal.
Kini kita berada di fase transisi dari tahap kedua menuju tahap ketiga, sebelum Dajjal muncul dalam wujud manusia untuk menuntaskan misinya sebagai al-masih palsu.
Karena itulah, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian selesai dari tasyahhud akhir, hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat perkara:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”
(HR. Muslim, 588 dalam Shahih Muslim, Kitab al-Masajid wa Mawadi‘ al-Shalah).
Doa ini diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW, dan para ulama menyarankan untuk dibaca sebelum salam dalam tahiyyat akhir.
Epilog: Ilusi Wajah Dunia yang Terus Berubah
Tulisan ini bukan sekadar eksposisi terhadap simbol-simbol apokaliptik dalam Islam, melainkan ajakan untuk melihat realitas dunia dengan mata batin yang tajam.
Dunia modern yang tampak cemerlang dengan teknologi, kemajuan sains, dan narasi kemanusiaan global ternyata menyimpan retakan yang dalam. Di balik jargon kebebasan dan kemajuan, berlangsung dominasi sistemik atas pikiran, ekonomi, dan spiritualitas umat manusia.
Ketika kabut informasi dan distraksi digital semakin menebal, kehadiran jiwa-jiwa yang tenang, yang mampu melihat melampaui bayangan, menjadi sangat langka dan penting.
Di sinilah pentingnya kembali kepada doa-doa warisan Rasulullah SAW, bukan sekadar sebagai ritual, tetapi sebagai tameng spiritual yang menyadarkan dan menguatkan. Fitnah Dajjal bukan hanya intelektual atau teologis, tetapi ujian eksistensial umat Islam di abad ini.
Dengan merenungkan makna tiga fase bayangan sebagai representasi dari satu wajah yang sama—wajah kekuasaan palsu yang menjanjikan keselamatan namun membawa kebinasaan—kita diajak untuk tidak tertipu oleh wajah-wajah dunia yang terus berubah, karena sejatinya berasal dari satu sumber yang sama: sistem Dajjal.
Pada akhirnya, hanya jiwa yang tenang—yang tidak goyah oleh gemerlap dunia atau ancaman kekuasaan—yang akan mampu melewati masa transisi ini dengan selamat.
Jiwa yang membaca sejarah dengan hati, menafsirkan ayat dengan realitas, dan berdiri kokoh dalam kebenaran, bahkan saat kebenaran menjadi sesuatu yang asing.
Sebab, seperti yang dikatakan Rasulullah: “Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).
Sebelum “satu hari seperti seminggu” tiba, masih ada waktu untuk memilih: ikut dalam arus bayangan, atau menjadi pejuang cahaya di kegelapan, karena dalam Eskatologi Islam, sejarah tidak berhenti pada fase Pax Judaica.
والله أعلم
MS 27/04/25
(Foto: ilustrasi/ISR)
Posted in SOSBUD
GETARBABEL.COM, BANGKA– Ratusan warga Dusun Kumpai Desa Gunung Muda, Kecamatan…
Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI RAMADHAN bukan bulan…
JAKARTA-Pemerintah telah memutuskan besaran biaya haji tahun ini melalui Keputusan…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…