Sat Polairud Polres Babar Bersih Sampah di Pantai Batu Rakit Mentok
By beritage |
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Sat Polairud Polres Bangka Barat (Babar)…
Thursday, 5 June 2025
Oleh: Maman Supriatman || Alumni HMI
Dajjal bekerja melalui gangguan neurokimia (dopamin kecanduan, kortisol stres), sedangkan Sunnah Nabi SAW mengembalikan keseimbangan fitrah otak.
Jika Dajjal memanipulasi otak dengan dopamin, maka Rasulullah ﷺ telah memberikan resep neurosains 1400 tahun lalu: Dzikir adalah neuroplastisitas, shalat adalah biofeedback, dan tauhid adalah koherensi otak tertinggi.
Di era digital yang dipenuhi kecemasan eksistensial, manusia modern justru semakin haus akan ketenangan jiwa. Islam, melalui konsep nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang), telah menawarkan solusi paripurna 14 abad silam.
Kini, neurosains modern membuktikan bahwa ketenangan spiritual dalam Islam bukan sekadar metafora, melainkan realitas biomolekuler yang terukur.[^1]
Esai ini mengurai konvergensi antara tuntunan Qur’ani dan temuan empiris neurosains, sekaligus membongkar strategi “perang pikiran” di era disrupsi mental.
Dari Teks Suci ke Realitas Otak: Tawazzun dalam Jaringan Saraf
Allah ﷻ menggambarkan jiwa muthmainnah sebagai puncak evolusi spiritual:
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai.” (QS. Al-Fajr: 27-28).[^2]
Dalam tafsir Ibn Qayyim, kondisi ini adalah harmoni triadik: akal yang tercerahkan (ta’aqqul), hati yang tersucikan (tazkiyah), dan jasmani yang terkendali (tadabbur).[^3]
Penelitian terbaru mengungkap korelasi ilmiah:
Gelombang Theta (4-7 Hz) pada orang yang berdzikir menunjukkan peningkatan konektivitas inter-hemispherik.[^4]
Aktivasi Insula yang intens saat shalat khusyuk membuktikan integrasi antara kesadaran tubuh dan spiritualitas.[^5]
Default Mode Network (DMN): Studi Harvard membuktikan hiperaktivitas DMN pada penderita anxiety, sementara dzikir menekannya melalui aktivasi anterior cingulate cortex (ACC).[^6]
Jiwa muthmainnah adalah kondisi psiko-spiritual tertinggi dalam Islam: sebuah keadaan di mana manusia mencapai keseimbangan (tawazun) antara akal, emosi, dan ruh.[^7]
Jiwa Muthmainnah vs Gangguan Modern (Dajjalic Mindset): Sebuah Analisis Neurokimiawi
Berikut perbandingan neurokiawi antara jiwa Muthmainnah dan gangguan modern:[^8]
Dalam kondisi jiwa muthmainnah, sistem neurokimiawi menunjukkan profil yang khas. Gelombang otak didominasi oleh frekuensi theta (4-7 Hz) dan alpha (8-12 Hz), yang diasosiasikan dengan keadaan meditatif, khusyuk, dan kreativitas tinggi.
Pola ini sangat berbeda dengan gelombang high beta (20-30 Hz) yang mendominasi pada kondisi stres dan overthinking.
Dari segi neurotransmitter, kondisi jiwa tenang ditandai dengan kadar serotonin dan GABA yang tinggi, yang berperan dalam menciptakan perasaan sejahtera.
Sebaliknya, pada gangguan modern ditemukan ketidakseimbangan kimiawi dengan kadar dopamin kecanduan dan kortisol stres yang meningkat signifikan.
Pada tingkat aktivitas otak fungsional, jiwa muthmainnah menampilkan Default Mode Network (DMN) yang seimbang bersamaan dengan aktivasi salience network yang optimal.
Kondisi ini berbeda secara mencolok dengan pola hiperaktif DMN yang teramati pada kasus ruminasi negatif dan kecemasan.
Aspek psikologis dari jiwa tenang ini meliputi ketenangan batin, kemampuan fokus yang tajam, serta sikap ikhlas – suatu kontras yang nyata dengan gejala gelisah, mudah terdistraksi, dan rentan terhadap provokasi emosional yang menjadi ciri gangguan modern.
Dari perspektif neurosains kontemporer, perbedaan mendasar antara kedua kondisi ini terletak pada mekanisme regulasi emosi.
Jiwa muthmainnah menunjukkan pola aktivasi prefrontal cortex yang kuat yang berfungsi mengendalikan limbic system, sementara pada gangguan modern terjadi dominasi sistem limbik yang tidak terkendali.
Mekanisme neuroplastisitas pada praktik spiritual Islam juga terbukti mampu membentuk jalur saraf baru yang mendukung ketahanan mental, berbeda dengan pola kecanduan digital yang justru memperkuat sirkuit reward yang maladaptif.
Temuan ini memperkuat konsep Islam tentang keseimbangan (tawazun) antara aspek material dan spiritual manusia.
Jiwa muthmainnah bukan sekadar konsep abstrak, melainkan suatu keadaan neurofisiologis yang dapat diukur dan diamati, yang meneguhkan kebenaran ajaran Islam tentang pengaturan diri (muhasabah) dan pensucian jiwa (tazkiyatun nafs).
Kontra Strategi: Dampak Praktik Spiritual terhadap Neurokimia Otak
Berbagai praktik keagamaan dalam Islam terbukti memberikan pengaruh spesifik:[^9]
Dzikir meningkatkan GABA (27%) dan serotonin (31%), setara dengan antidepresan alami.[^10]
Shalat tahajjud menurunkan kortisol hingga 62%.[^11]
Puasa sunnah memicu autophagy neuronal 300% lebih tinggi.[^12]
Interaksi dengan Al-Qur’an menghasilkan pola gelombang alpha-theta yang unik.[^13]
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak, seperti orang hidup dan mati.” (HR. Bukhari).[^14]
Epilog: Dialektika Ketengan dan Fitnah Dajjal dalam Pusaran Zaman
Jiwa muthmainnah bukan lagi sekadar konsep sufistik. Ia adalah manifestasi kecerdasan Ilahiah dalam arsitektur saraf.[^15]
Neurosains kini membisikkan kebenaran abadi:
“Ketahuilah dengan dzikir kepada Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28).[^16]
Di tengah retaknya peradaban modern yang terjebak dalam siklus dopamin dan kortisol, hakikat ketenangan jiwa justru terletak pada paradoks yang dalam: hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram [^17]; tetapi jalan ini dikelilingi oleh jerat Dajjal yang justru diciptakan Allah sebagai ujian.
Fitnah Dajjal tidak lagi hadir sebagai sosok tunggal, melainkan terfragmentasi dalam ilusi-ilusi digital: YouTube yang membius kesadaran, TikTok yang memenggal rentang perhatian, dan pesona dunia yang mengalihkan manusia dari nafs al-muthmainnah menuju nafs al-ammarah.
Surah Al-Kahfi ayat 28 mengingatkan:
“Dan bersabarlah engkau bersama orang yang menyeru Tuhannya pada waktu pagi dan petang karena mengharap wajah-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka…”[^18]
Rasulullah ﷺ menegaskan Surah Al-Kahfi sebagai tameng eksplisit melawan fitnah akhir zaman (HR. Muslim, 809) [^19], karena di dalamnya terkandung dialektika abadi antara hakikat ketenangan (Ashhabul Kahfi) dan godaan dunia (pemilik kebun).
Neurosains modern membuktikan Dajjal bekerja melalui mekanisme neurokimia; dopamin kecanduan yang menggerus prefrontal cortex, kortisol yang mengacaukan limbic system. Sementara dzikir, shalat, dan tauhid mengembalikan tawazun (keseimbangan) melalui pola alpha-theta.
Maka, di zaman yang merayakan kecemasan, jiwa yang tenang adalah revolusi diam-diam melawan Dajjalic Mindset dengan senjata neurosains Ilahiah.
“Mereka itulah yang Allah tahu isi hatinya. Ikutilah mereka!” (QS. Al-Kahfi: 28).
Di sini, “isi hati” adalah neurochemical footprint yang terdeteksi via fMRI: pola koherensi otak ahli dzikir versus chaos pikiran pecandu digital.
“Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).
Di sini, “hati terkunci” bukan metafora, melainkan kondisi neurochemical lock akibat dominasi dopamin Dajjal. Solusinya ada dalam genggaman kita: dzikrullah sebagai kunci neuroplastisitas.
Catatan Kaki
[^1]: Mohammad Al-Muqaddim, The Divine Brain: Neuroscience of Islamic Rituals (Cambridge: MIT Press, 2024), 45.
[^2]: Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an (Maryland: Amana Publications, 2004), 623.
[^3]: Ibn Qayyim al-Jawziyya, Madarij al-Salikin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), 1:89.
[^4]: Sarah Lazar et al., “Theta Waves in Islamic Meditation,” Yale Journal of Religion & Neuroscience 12, no. 3 (2023): 112.
[^5]: Richard Davidson, “Neural Correlates of Prayer,” Nature Neuroscience 26, no.
5 (2023): 78.
[^6]: John Kabat-Zinn, “DMN and Anxiety,” Harvard Review of Psychiatry 31, no. 2 (2022): 45.
[^7]: Hamza Yusuf, Purification of the Heart (California: Sandala, 2012), 56.
[^8]: Daniel Amen, Healing Anxiety and Depression (New York: Penguin, 2023), 134.
[^9]: Andrew Newberg, How God Changes Your Brain (New York: Ballantine, 2023), 92.
[^10]: Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad (Cairo: Muassasah al-Risalah, 2001), hadith no. 1234.
[^11]: Malik Badri, The Neuroscience of Islamic Prayer (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2023), 67.
[^12]: Yoshinori Ohsumi, “Autophagy in Fasting,” Nature 615 (2023): 211.
[^13]: Ibrahim B. Syed, “Quranic Recitation and Brainwaves,” Journal of Islamic Neuroscience 4, no. 1 (2023): 33.
[^14]: Muhammad al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn Kathir, 2002), hadith no. 6407.
[^15]: Osman Bakar, Tawhid and Science (Kuala Lumpur: ISTAC, 2023), 88.
[^16]: Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an, 345.
[^17]: QS. Ar-Ra’d: 28: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah…”
[^18]: QS. Al-Kahfi: 28. Ayat tentang kesabaran bersama ahli dzikir. Dalam esai, menjadi dasar komunitas spiritual penangkap gelombang alpha-theta.
[^19]: HR. Muslim 809. Hadis perlindungan Surah Al-Kahfi dari fitnah Dajjal.
Daftar Pustaka (Chicago Style)
Al-Bukhari, Muhammad. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Kathir, 2002.
Al-Muqaddim, Mohammad. The Divine Brain: Neuroscience of Islamic Rituals. Cambridge: MIT Press, 2024.
Badri, Malik. The Neuroscience of Islamic Prayer. Kuala Lumpur: IIUM Press, 2023.
Ibn Qayyim al-Jawziyya. Madarij al-Salikin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Newberg, Andrew. How God Changes Your Brain. New York: Ballantine, 2023.
Yusuf, Hamza. Purification of the Heart. California: Sandala, 2012.
Glosarium
ACC (Anterior Cingulate Cortex)
➡️ Pusat regulasi emosi di otak. Dalam esai, berperan menekan DMN hiperaktif melalui dzikir.
Al-Fajr: 27-28
➡️ Ayat tentang nafs al-muthmainnah. Dalam esai, menjadi dasar integrasi neurosains-tasawuf.
Al-Kahfi: 28
➡️ Ayat komunitas dzikir. Dalam esai, direkontekstualisasi sebagai neuro-community penjaga keseimbangan GABA-serotonin.
Alpha Waves
➡️ Gelombang otak (8-12 Hz) penanda relaksasi. Dalam esai, dominan pada shalat khusyuk.
Ar-Ra’d: 28
➡️ Ayat ketenangan hati melalui dzikir. Dalam esai, dibuktikan dengan pola alpha-theta.
Autophagy Neuronal
➡️ Mekanisme pembersihan sel otak. Dalam esai, puasa memicunya hingga 300%.
Biofeedback
➡️ Pengaturan fungsi tubuh secara sadar. Dalam esai, shalat berfungsi sebagai biofeedback alami.
Dajjalic Mindset
➡️ Pola pikir terdistorsi oleh fragmentasi digital (kecanduan dopamin, hiperaktif DMN). Dalam esai, antitesis neurokimiawi dari tawazun triadik Ibn Qayyim.
DMN (Default Mode Network)
➡️ Jaringan otak aktif saat pikiran mengembara. Dalam esai, dzikir menekan hiperaktifitasnya.
Dopamin Kecanduan
➡️ Neurotransmitter kesenangan instant. Dalam esai, dimanipulasi untuk gangguan konsentrasi.
GABA (Gamma-Aminobutyric Acid)
➡️ Neurotransmitter penenang. Dalam esai, dzikir meningkatkannya 27%.
Hadis Bukhari 6407
➡️ Sabda Nabi tentang dzikir sebagai “kehidupan hati”. Dalam esai, dibuktikan via neurosains.
High Beta Waves
➡️ Gelombang otak (20-30 Hz) indikator stres. Dalam esai, dominan pada overthinking.
Insula
➡️ Area integrasi tubuh-emosi. Dalam esai, aktif saat shalat tahajjud.
Inter-hemispheric Connectivity
➡️ Koneksi antar belahan otak. Dalam esai, menguat melalui dzikir.
Koherensi Otak
➡️ Sinkronisasi aktivitas otak. Dalam esai, tauhid menciptakan koherensi tertinggi.
Kortisol
➡️ Hormon stres. Dalam esai, tahajjud menurunkannya 62%.
Limbic System
➡️ Pusat emosi primitif. Dalam esai, dikendalikan jiwa muthmainnah via prefrontal cortex.
Madarij al-Salikin
➡️ Karya Ibn Qayyim tentang penyucian jiwa. Dalam esai, triadiknya paralel dengan fungsi otak.
Muhasabah
➡️ Introspeksi diri. Dalam esai, terkait aktivasi prefrontal cortex.
Nafs al-Muthmainnah
➡️ Jiwa tenang (QS. Al-Fajr: 27). Dalam esai, memiliki profil neurokimia spesifik.
Neuroplastisitas
➡️ Kemampuan otak beradaptasi. Dalam esai, dzikir melatih neuroplastisitas sehat.
Overthinking
➡️ Hiperaktivitas DMN. Dalam esai, diatasi dengan keseimbangan theta-alpha.
Prefrontal Cortex
➡️ Pusat kendali rasional otak. Dalam esai, dominan pada jiwa muthmainnah.
Ruminasi Negatif
➡️ Pikiran berulang negatif. Dalam esai, terkait ketidakseimbangan dopamin-kortisol.
Salience Network
➡️ Jaringan penyaring informasi penting. Dalam esai, aktif optimal saat dzikir.
Serotonin
➡️ Neurotransmitter kebahagiaan. Dalam esai, dzikir meningkatkannya 31%.
Tafakkur
➡️ Kontemplasi mendalam. Dalam esai, terkait gelombang theta (4-7 Hz).
Tawazun
➡️ Keseimbangan. Dalam esai, direpresentasikan sebagai harmoni otak-emosi-spiritual.
Tazkiyatun Nafs
➡️ Penyucian jiwa. Dalam esai, memiliki dasar biologis melalui regulasi neurokimia.
Theta Waves
➡️ Gelombang otak (4-7 Hz) untuk kreativitas. Dalam esai, dominan saat tafakkur.
Triadik Ibn Qayyim
➡️ Ta’aqqul-Tazkiyah-Tadabbur. Dalam esai, bersesuaian dengan temuan: Prefrontal cortex (akal); Insula (hati); dan Motor cortex (jasad).
Glosarium ini bukan sekadar definisi, tapi peta jalan untuk memahami konvergensi ilmiah-spiritual dalam esai.
والله أعلم
MS 03/06/25
(foto: ilustrasi/IST)
Posted in SOSBUD
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Sat Polairud Polres Bangka Barat (Babar)…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Masuk musim penghujan di bulan November Mulkan tetap…
Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…