PWI Babel Hadiri HPN 2025 Pekanbaru, Bakal Ketemu Presiden Prabowo
By beritage |
GETARBABEL.COM, BANGKA — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepulauan Bangka…
Saturday, 24 May 2025
Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI
“Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”
(QS. Al-Mulk: 22).
Di era algoritma dan krisis eksistensi, pertarungan Dajjal dan Isa bukan lagi sekadar nubuwah, melainkan peta navigasi spiritual untuk manusia modern.
Jika Esai 35 mengurai struktur kosmik-teologisnya, maka Esai ini membedah dimensi kontemporer:
Thesis: Dajjal dan Isa adalah dua paradigma yang berebut jiwa manusia: satu menjanjikan surga instan melalui teknologi, satunya menawarkan pencerahan melalui penyucian.
Dajjal dalam Labirin Modernitas
Mono-Vision Algorithm: Dajjal sebagai metafora filter bubble, manusia hanya melihat apa yang diizinkan oleh code.
Mata Dajjal adalah single-perspective narrative: kebenaran direduksi menjadi apa yang trending.
Augmented Reality vs Realitas Augmented: Kontras antara metaverse Dajjal (dunia virtual) dengan mukjizat Isa yang menyentuh realitas fisik (menyembuhkan kebutaan).
Surga Palsu Konsumerisme:
“Sungai api” Dajjal = sistem ekonomi yang membakar sumber daya alam tapi menjanjikan kenikmatan semu.
Ekologi Dajjal vs Ekologi Isa:
Dajjal: Eksploitasi alam (QS. Ar-Rum: 41; Isa: Restorasi bumi pasca Ya’juj-Ma’juj (QS. Al-Anbiya: 96).
Hadis Fitnah Tidur: “Dajjal datang saat manusia ghafilun (lalai).” (HR. Ahmad).
Tidur = Keterasingan Digital: Manusia online 24 jam tapi offline dari realitas transenden.
Bangunnya Isa: Analogi Ashabul Kahfi, tidur fisik tapi jaga ruhani (QS. Al-Kahfi: 18).
Isa sebagai Antitesis Postmodern
Mukjizat vs Teknologi Dajjal: Deepfake Dajjal (manipulasi kebenaran) vs mukjizat Isa (kebenaran yang membebaskan).
Neurosains Mukjizat: Mukjizat menyembuhkan buta hati, bukan hanya buta mata.
Penghapusan Jizyah (HR. Bukhari): Kritik atas sistem kapitalis yang mengkomodifikasi agama.
Visi masyarakat tanpa transactional faith (iman bukan pajak).
Membunuh Babi: Bukan hanya ritual, tapi pembersihan peradaban dari consumptive lifestyle.
Solusi Iklim Ilahiah: Isa memulihkan bumi setelah kerusakan Ya’juj-Ma’juj (paradigma eco-tauhid).
Mukjizat Penyembuhan Bagi yang Buta: Antitesis Spiritualitas atas Dajjal Bermata Satu
Nabi Isa AS dikenal dalam Al-Qur’an dan Injil sebagai sosok yang dianugerahi mukjizat luar biasa, salah satunya menyembuhkan orang buta sejak lahir.
Ini bukan semata mukjizat medis, tetapi juga simbolik, sebuah pesan langit tentang peran Isa AS sebagai pembuka mata hati dan ruhani umat manusia.
Dalam Surah Ali Imran ayat 49, Allah menyebut Isa “menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan penderita lepra dengan izin Allah.”
Ini adalah bentuk restorasi penglihatan, bukan hanya mata jasmani, melainkan juga bashirah; mata batin yang mampu membedakan antara cahaya dan kegelapan, antara kebenaran dan ilusi.
Berbanding terbalik, Dajjal digambarkan dalam banyak hadis sebagai makhluk bermata satu, bukan karena hanya memiliki satu bola mata secara fisik, melainkan karena ia hanya melihat dari satu dimensi: dunia materi.
Ia buta terhadap dimensi ruhani, terhadap nilai-nilai akhirat, terhadap hakikat kebenaran yang tidak bisa diukur dengan angka, statistik, atau popularitas.
Dalam dunia modern, simbol mata satu menjelma dalam bentuk algoritma, big data, dan sistem kendali tunggal yang hanya mengukur manusia berdasarkan konsumsi, engagement, dan kepatuhan pada sistem.
Orang dianggap sukses bila viral. Orang dianggap benar bila mendapat banyak “like.” Inilah bentuk kebutaan ruhani massal yang melanda generasi digital: melihat tetapi tidak memahami, menonton tetapi tidak merenung, terpapar informasi tetapi kehilangan hikmah.
Maka kembalinya Isa AS di akhir zaman bukan sekadar untuk menghancurkan Dajjal secara fisik, tetapi untuk mengembalikan manusia pada penglihatan batiniah, agar mereka bisa melihat hakikat kebenaran di tengah kabut ilusi digital.
Isa AS bukan pembaharu teknologi, melainkan pemurni tauhid. Mukjizatnya bukan membuat dunia lebih cepat, tapi membuat manusia lebih jernih melihat apa yang penting dan apa yang semu.
Dalam konteks ini, mukjizat penyembuhan dari kebutaan oleh Isa AS adalah metafora terbesar untuk perjuangan akhir zaman: manusia yang selama ini buta oleh gemerlap dunia digital akan “disembuhkan”, dibuka mata bashirah-nya, agar ia kembali tunduk pada kebenaran yang berasal dari langit, bukan dari tren.
Kepastian Langit dalam Era Ketidakpastian Digital
Di tengah dunia yang makin dikendalikan oleh algoritma tak bernurani, di mana realitas bisa dimanipulasi melalui teknologi deepfake, dan kebenaran dikalahkan oleh viralitas, janji langit tentang turunnya Nabi Isa AS menjadi penyeimbang dari semua absurditas itu.
Ini bukan sekadar dogma, melainkan sebuah keniscayaan teologis yang diimani oleh mayoritas umat Islam lintas mazhab, bahkan juga diakui dalam eskatologi Kristen.
Hadis sahih dalam Shahih Muslim dan Shahih Bukhari menyebut bahwa Nabi Isa akan turun di menara putih Damaskus, mengenakan dua lembar kain yang disaput warna kekuningan, dan akan menghancurkan salib, membunuh babi, serta menghapuskan jizyah; sebuah simbol bahwa ia datang bukan sebagai nabi baru, tetapi sebagai penguat syariat Muhammad SAW.
Turunnya Isa bukan fiksi apokaliptik, melainkan respons spiritual atas krisis global. Di saat umat manusia tersesat dalam gelombang disinformasi, pencitraan palsu, dan nilai-nilai godless dari sistem digital global, Isa akan datang bukan membawa teknologi, melainkan membawa bashirah; cahaya penglihatan ruhani yang telah lama padam dari hati umat manusia.
Jika Dajjal menciptakan peradaban satu mata, Isa datang untuk menghidupkan dua mata: satu melihat dunia, satu lagi melihat akhirat. Jika Dajjal membutakan manusia dengan dopamine, Isa akan membukakan mata mereka dengan tazkiyah, pembersihan jiwa.
Jika Dajjal hadir dengan kontrol total berbasis AI dan blockchain tanpa Tuhan, maka Isa hadir membawa API langit; doa, iman, dan mukjizat yang tak bisa diretas oleh algoritma mana pun.
Turunnya Isa bukan hanya janji bagi umat beriman, melainkan sinyal bahwa sejarah tidak akan ditutup oleh distopia teknologi, tetapi oleh penyucian total dari segala bentuk fitnah.
Dunia yang sempat dikendalikan Dajjal dengan cashless dan godless, akan kembali ditata dengan justice dan God-centeredness.
Maka tugas kita hari ini bukan menunggu dengan pasrah, tetapi mempersiapkan diri secara spiritual, intelektual, dan moral, agar tak menjadi bagian dari mereka yang terbutakan ketika cahaya Isa itu datang.
Epilog: Bangun dari Tidur Panjang
“Maka mengapa mereka tidak memohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri? Mereka justru keras hati seperti (hatinya) orang-orang dahulu.” (QS. Al-An’am: 43).
Di akhir zaman, pilihannya jelas:
Jalan Dajjal: Tidur dalam ilusi kemajuan, terjaga dalam mimpi kekuasaan.
Atau,
Jalan Isa: Bangun dari tidur sejarah, berjalan dengan cahaya langit ketujuh.
“Dajjal menjual surga tanpa pintu keluar. Isa menunjukkan jalan keluar tanpa perlu surga palsu.”
والله أعلم
MS 24/05/25
(Foto: ilustrasi/IST)
Posted in SOSBUD
GETARBABEL.COM, BANGKA — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepulauan Bangka…
GETARBABEL.COM, BANGKA – Kepala Kepolisian Resor Bangka AKBP Toni Sarjaka,…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Komisi IV DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…