Jiwa Yang Tenang Di Tengah Bumi Yang Retak (21):  Dari Ukaina Ke Gaza, Dunia Dalam Pusaran Konflik Geopolitik

images (4)

Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI

“Perang Dunia III bukan lagi pertanyaan ‘jika’, tapi ‘kapan’.” (Henry Kissinger, 2022)

“Kita sedang bermain dengan api nuklir.” (António Guterres, 2023)

DUNIA saat ini berada di tepi jurang destabilisasi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Konflik Ukraina-Rusia, pembantaian di Gaza, ketegangan India-Pakistan, hingga potensi perang China-Taiwan menjadi tanda-tanda zaman yang mengguncang tatanan lama.

Semua ini bukan sekadar hasil rivalitas geopolitik biasa, melainkan bagian dari skenario besar transisi hegemoni: dari Pax Americana, yaitu dominasi global berbasis kekuatan militer dan finansial Amerika Serikat, menuju Pax Judaica, sebuah tatanan baru yang berpusat di Yerusalem.

  1. Ukraina-Rusia: Pintu Gerbang Malhamah Kubra

Konflik Ukraina bukan sekadar perebutan wilayah atau pengaruh regional. Dalam perspektif eskatologi, ini adalah awal dari Malhamah Kubra: perang besar akhir zaman antara blok Barat (Rum, NATO) dan blok Timur (Rusia).

Hadits Nabi (HR. Muslim) menyebutkan pertempuran besar antara kaum Muslim dan Rum, yang oleh Syekh Imran Hosein diinterpretasikan sebagai blok Kristen Eropa.

“Perang Ukraina adalah proksi untuk memicu Perang Dunia III.” (Syekh Imran Hosein, “The Great War of Gog and Magog”)

Ancaman nuklir Putin pada 2022, disertai ekspansi NATO ke perbatasan Rusia, menciptakan katalis bagi konfrontasi global yang dirancang untuk melemahkan kedua pihak demi membuka jalan bagi tatanan baru yang lebih licik.

  1. Timur Tengah: Episentrum Eskatologis

Tidak ada wilayah yang lebih sentral dalam eskatologi Islam selain Palestina. Genosida Gaza yang terjadi saat ini bukan sekadar konflik tanah, melainkan upaya pembersihan etnis sistematis untuk menyiapkan pembangunan kembali Kuil Sulaiman, inti dari proyek Pax Judaica.

Suriah dan Yaman, dua wilayah dengan sejarah eskatologis kuat (HR. Ahmad), menjadi ladang proxy antara AS, Iran, dan Rusia.

“Yerusalem akan menjadi ibu kota dunia di bawah Dajjal.” (Protocols of Zion, dalam analisis Syekh Imran)

Di Tanah Syam, persiapan menuju kemunculan Imam Mahdi berlangsung di balik layar. Sementara itu, Gaza menjerit dalam derita yang oleh narasi profetik dilihat sebagai fase pembuka sebelum konfrontasi final antara kebenaran dan kebatilan.

  1. Asia Selatan: Ghazwatul Hind dan Nasionalisme Hindu

India dan Pakistan, dua negara nuklir dengan sejarah konflik panjang di Kashmir, memegang peran penting dalam skenario akhir zaman.

Hadits (HR. Ahmad) menyebutkan pasukan Muslim akan menaklukkan India (Ghazwatul Hind), sebuah visi yang semakin relevan di tengah bangkitnya nasionalisme Hindu ekstrem di bawah Narendra Modi.

“Modi menjadikan Hinduisme sebagai Zionisme versi India.” (Pankaj Mishra, The Guardian).

Ketegangan ini bisa memicu perang nuklir, yang sekali lagi akan melemahkan kekuatan besar di kawasan, sekaligus membuka ruang bagi narasi profetik untuk bergerak maju.

(Lihat video terbaru Syekh Imran, 15 jam yang lalu, berjudul: “Pakistan dan Petang Besar”: https://youtu.be/CyeLhY6BGcA?si=48P8Rq9iAacZpaCo)

  1. China-Taiwan: Kebangkitan “Bani Ashfar”

Di Asia Timur, konflik China-Taiwan menjadi titik api lain yang dapat menyedot perhatian global. Hadits Nabi (HR. Abu Dawud) menyebutkan tentang pertempuran melawan “bangsa bermata sipit”, interpretasi yang oleh sebagian ulama dikaitkan dengan China.

Konflik ini berpotensi menarik AS dan China ke dalam perang besar, yang melemahkan kedua kekuatan raksasa tersebut demi memperlancar skenario Pax Judaica.

Dengan melemahnya AS akibat front Eropa dan Asia Timur, serta lumpuhnya China, siapa yang akan tersisa untuk memimpin dunia? Jawabannya ada di Yerusalem.

  1. Turki: Ambivalensi antara NATO dan Khilafah

Turki, yang memegang kunci nubuat pembebasan Konstantinopel (HR. Ahmad), berada di posisi ambigu.

Di satu sisi, ia adalah anggota NATO; di sisi lain, di bawah Recep Tayyip Erdogan, Turki menunjukkan simpati kepada Hamas dan isu Palestina.

Erdogan memainkan peran ganda: secara formal terikat pada Barat, namun retorikanya semakin mendekat ke arah kebangkitan Islam.

Perannya di masa depan akan menentukan apakah Konstantinopel akan jatuh ke tangan kaum Muslimin seperti yang dijanjikan Nabi, atau tetap tersandera oleh kepentingan sekularisme modern.

Indonesia di Persimpangan Jalan

Keprihatinan mantan Presiden SBY tentang fenomena “matahari kembar” di Indonesia mungkin mewakili dilema besar yang dihadapi negeri ini: antara terlibat secara langsung dalam pusaran konflik geopolitik menuju Pax Judaica, atau tetap berdiri dengan kehormatan sebagai sebuah bangsa besar yang mengambil peran sebagai kekuatan penyeimbang.

Sebagai negara yang berada di titik pertemuan dua samudera, dengan kekayaan alam yang melimpah, mayoritas penduduk Muslim, serta masih banyak yang bertahan dalam jiwa yang tetap eling (sadar) di tengah dunia yang makin edan (gila), Indonesia sangat berpotensi mengambil peran global pasca era mulkan jabbariyyan (era kekuasaan tirani).

Dari sudut pandang eskatologis, terdapat isyarat kuat dalam hadits tentang “perbendaharaan merah dan putih” (kunuz al-ahmar wa al-abyadh), yang oleh sebagian pengamat akhir zaman lokal, seperti Ustadz Rahmat Baequni, ditafsirkan sebagai petunjuk kebangkitan peradaban baru yang berkeadilan dari Nusantara.

Ini sejalan dengan narasi eskatologi lokal mengenai konsep Ratu Adil, yang kompatibel dengan gagasan Imam Mahdi sebagai pemimpin keadilan universal.

Syekh Imran Hosein sendiri dalam beberapa videonya menyatakan keinginannya untuk menghabiskan sisa umurnya di Indonesia, jika dianugerahi usia panjang.

Hal ini mencerminkan pengakuan terhadap potensi Indonesia sebagai safe zone (zona aman) spiritual di tengah kekacauan global, sebuah tempat yang mungkin akan memainkan peran penting dalam transisi menuju zaman baru pasca runtuhnya tatanan lama.

Menjaga Aset Perbendaharaan Merah dan Putih

Hadits perbendaharaan merah dan putih (HR. Muslim No. 2889), tidak sekadar berbicara tentang emas dan perak sebagai harta material.

Dalam tafsir eskatologis yang lebih luas, ia mencakup simbol-simbol kekuasaan, kemakmuran, dan modal strategis umat yang harus dijaga dari tangan-tangan Dajjal dan sekutunya.

Indonesia, dengan cadangan nikel terbesar di dunia, emas Papua, minyak Natuna, rempah-rempah, serta cadangan perikanan laut, merupakan perbendaharaan merah dan putih modern yang menjadi incaran kekuatan global.

“Hampir tiba masanya manusia saling memanggil untuk menyerang kalian, sebagaimana orang-orang memanggil untuk makan dalam satu nampan.”
(HR. Abu Dawud, 4297).

Hadits ini menunjukkan betapa kekayaan umat Islam akan menjadi rebutan kekuatan asing bila umat tidak bersatu.

Dalam konteks Indonesia, kekuatan domestik yang terpecah karena politik praktis, matahari kembar, dan adu domba geopolitik, berpotensi menyerahkan perbendaharaan merah dan putih kepada kekuatan kolonial gaya baru.

Peran Strategis Indonesia di Akhir Zaman

Syekh Imran Hosein sering mengingatkan bahwa salah satu benteng terakhir umat Islam dalam menghadapi fitnah Dajjal ada di Timur.

Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar, bukan hanya pasar ekonomi, tetapi benteng spiritual yang memiliki modal sosial berupa ukhuwah, kearifan lokal, dan potensi geopolitik sebagai poros maritim dunia.

“Kalian akan memerangi Jazirah Arab, Allah akan memenangkan kalian; kemudian kalian memerangi Persia, Allah akan memenangkan kalian; kemudian kalian memerangi Rum, Allah akan memenangkan kalian; kemudian kalian memerangi Dajjal…”
(HR. Muslim, 5161).

Hadits ini memberikan garis waktu eskatologis yang menegaskan bahwa peperangan akhir tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga ideologis dan ekonomi.

Indonesia harus menentukan: apakah menjadi bagian dari blok perlawanan (resistance) atau menjadi pion yang dikendalikan kekuatan global?

Seruan untuk Menjaga Amanah Zaman

Dari rangkaian hadits-hadits besar yang telah kita renungkan, mulai dari peringatan tentang perbendaharaan merah dan putih (HR. Muslim, 2889), prediksi perebutan kekayaan umat (HR. Abu Dawud, 4297), hingga garis waktu peperangan akhir zaman melawan Rum dan Dajjal (HR. Muslim, 5161), semuanya mengarahkan pada satu titik penting: umat Islam, khususnya di Indonesia, memikul amanah besar sebagai penjaga peradaban akhir.

Indonesia bukan hanya sekumpulan pulau dengan kekayaan alam melimpah; ia adalah kunci geopolitik dalam pertarungan akhir zaman.

Dengan mayoritas Muslim yang berpotensi menjadi umatan wasathan (umat penengah) dan junnah (perisai), Indonesia memiliki kesempatan sejarah untuk mengambil peran aktif dalam menjaga keseimbangan dunia, bukan sekadar menjadi pasar atau objek eksploitasi.

Akhirnya, seperti pesan Rasulullah ﷺ:

“Bersegeralah kalian beramal sebelum datang fitnah-fitnah laksana potongan malam yang gelap gulita…”
(HR. Muslim, 118).

Kita harus membawa Indonesia bukan hanya sebagai benteng materi, tetapi juga benteng iman akhir zaman. Kita memiliki perbendaharaan merah dan putih bukan hanya sebagai simbol kekayaan, tetapi juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Epilog: Refleksi atas Runtuhnya Tatanan Lama

Para pemimpin dunia terus mengeluarkan peringatan:

“Dunia sedang tidur di atas bom waktu.” (Emmanuel Macron, 2023).

Namun, dari perspektif eskatologis, kekacauan global bukanlah akhir, melainkan proses transisi menuju penggenapan janji Ilahi. Kehancuran sistem lama membuka jalan bagi kebangkitan yang dijanjikan, meski harus melewati ujian iman dan penderitaan berat.

“Maka bersabarlah, karena sesungguhnya janji Allah itu benar.” (QS. Ar-Rum: 60).

Setiap babak sejarah yang sedang kita saksikan bukanlah peristiwa terpisah, tetapi bagian dari satu narasi besar: transisi dari tatanan berbasis Washington (Pax Americana) menuju tatanan berbasis Yerusalem (Pax Judaica).

Di tengah pusaran ini, iman menjadi satu-satunya kompas yang dapat menyelamatkan, di tengah fitnah yang akan semakin kuat:

“Dolar adalah senjata AS. Ketika ia runtuh, Dajjal akan tawarkan emas.” (Lyndon LaRouche, ekonom).

“Yerusalem adalah kota di mana sejarah akan berakhir.” (Graham Allison, “Destined for War”).

Dengan menggabungkan analisis geopolitik dan narasi profetik, kita tidak hanya membaca tanda-tanda zaman, tetapi juga menyiapkan diri untuk menghadapi realitas dunia yang akan datang.

Dunia sedang bergerak cepat menuju fase akhir. Pertanyaannya: di pihak mana kita akan berdiri?

والله أعلم

MS 09/05/25

(Foto: Ilustrasi/IST)

Posted in

BERITA LAINNYA

Pengurus PMI Kabupaten Bangka Periode 2024-2029 Dilantik, Abdul Fatah; Mari Menebar Kebaikan

GETARBABEL.COM, BANGKA- Sejumlah anggota Dewan Kehormatan dan Pengurus Palang Merah…

Senilai Rp.939juta, Pengadaan Gedung Samsat Pembantu Kecamatan Payung Mulai Dilelang

GETARBABELCOM, PANGKALPINANG — UPT Badan Keuangan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka…

Eri Gustian Ajak Warga Hakok Pilih MAPAN

GETARBABEL.COM, BANGKA-; Anggota DPRD Kabupaten Bangka Dapil Sungailiat dari fraksi…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI