Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW (23): Al-Qur’an sebagai Kurikulum Kehidupan
By beritage |
Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis…
Friday, 9 May 2025
Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI
Krisis adalah peluang untuk merumuskan ulang kekuasaan.” (Zbigniew Brzezinski).
Ketika spiritualitas direduksi menjadi kode algoritma, yang tersisa hanyalah manusia tanpa jiwa, bahan mentah sempurna untuk mesin kontrol global.
JIKA Great Reset adalah orkestrasi ulang peradaban global, maka kontrol global adalah simfoni akhirnya.
Setelah krisis spiritual berhasil dikemas menjadi peluang bisnis dan instrumen kepatuhan, tahap berikutnya adalah membangun sistem pengawasan total, bukan hanya atas tubuh, tetapi juga atas jiwa.
Dunia memasuki fase ketika algoritma tak lagi hanya memprediksi perilaku konsumsi, tapi juga memetakan gejolak batin.
Di titik inilah transisi Great Reset menemukan momentumnya: ketika manusia yang cukup patuh secara spiritual menjadi subjek ideal bagi proyek kontrol global.
Dari Krisis Spiritual ke Pengawasan
Esai 18 telah menunjukkan bagaimana spiritualitas dikomodifikasi menjadi “aset yang diatur volatilitasnya.”
Dalam esai 19, kita menyaksikan transformasi lebih jauh:
1. Biometric Spirituality
Penelitian terkini menunjukkan pengembangan teknologi yang memantau biometrik saat beribadah: detak jantung saat shalat, gelombang otak saat meditasi, bahkan ekspresi wajah saat merenung.
Dalam dokumen WEF, ini disebut sebagai “spiritual capital metrics.”
Apa risikonya? Dengan data ini, sistem bisa membedakan mana individu yang sekadar patuh ritual dan mana yang berpotensi kritis: sebuah bentuk predictive policing atas kesadaran spiritual.
2. Pengawasan Algoritmik
Demokrasi algoritmik yang dibahas di esai 13 kini berkembang menjadi AI Governance, di mana keputusan politik tak lagi sekadar didasarkan pada voting, tetapi pada data perilaku.
Ini menciptakan warga yang terus-menerus diawasi, bukan hanya saat bekerja, tapi juga saat berdoa, merenung, bahkan saat bermimpi.
3. Ekonomi Ketaatan
Seperti dijelaskan di esai 14 tentang uang digital, setiap tindakan kini terhubung ke sistem ekonomi: sedekah tercatat, zakat dihitung otomatis, bahkan ekspresi keagamaan bisa memengaruhi credit score.
Inilah simbiosis antara spiritualitas dan kapitalisme prediktif.
Anatomi Kontrol Global
Yuval Noah Harari mengatakan: “Orang yang menguasai data akan menguasai masa depan umat manusia.”
– Global Digital ID
Program identitas digital global kini mencakup informasi agama, preferensi spiritual, bahkan afiliasi kelompok.
Ini bukan sekadar administrasi, tapi instrumen pemetaan sosial: siapa yang “bersih,” siapa yang “radikal,” siapa yang “netral.”
– AI dan Prediksi Sosial
Jika AI di esai 15 memprediksi mobilitas dan perilaku ekonomi, kini ia mulai memprediksi potensi disrupsi ideologis.
Individu yang menunjukkan tanda-tanda “non-konformitas spiritual” bisa dideteksi lebih awal.
– Normalisasi Sistem
Krisis demi krisis digunakan untuk meyakinkan publik bahwa pengawasan adalah kebutuhan.
Dari pandemi, ancaman terorisme, krisis iklim, hingga disinformasi spiritual, semua menjadi dalih untuk memperluas surveillance apparatus.
Volatilitas Spiritual di Indonesia
Contoh nyata muncul di Indonesia dengan berdirinya beberapa Pesantren Lintas Agama (Kediri, Semarang, Rembang, Boyolali, Mojokerto, dan Kalimantan Utara).
Pesantren-pesantren ini dipuji sebagai model toleransi dan harmoni. Tetapi dalam konteks proyek volatilitas spiritual, ia juga menunjukkan bagaimana spiritualitas kini diintegrasikan ke dalam narasi global yang mengedepankan stabilitas sosial di atas keotentikan iman.
Di sisi lain, ini mereduksi potensi spiritual menjadi sekadar modal sosial, sebuah komoditas yang dikalkulasi dalam peta besar rekayasa perdamaian.
Akibatnya, spiritualitas tak lagi hanya soal relasi dengan Tuhan, tetapi juga soal kepatuhan pada narasi-narasi resmi, sebuah domestikasi iman agar tidak menimbulkan “gangguan” dalam peta sosial algoritmik.
Dari Great Reset ke Konsolidasi Kekuasaan
Di tahap ini, Great Reset telah menyiapkan panggung:
Infrastruktur digital sudah mapan.
Ekonomi sudah terdigitalisasi.
Spiritualitas sudah didomestikasi.
Yang tersisa hanyalah konsolidasi: menyatukan elemen-elemen ini menjadi control grid yang menyelimuti seluruh aspek kehidupan.
Setelah Great Reset memetakan ulang ekonomi, spiritualitas, dan budaya, tahap berikutnya adalah kontrol global.
Sistem biometric spirituality akan memantau denyut emosi, level stres, bahkan ketulusan ibadah.
Dari sekadar memetakan data fisik (wearables), kini sistem membaca getaran batin: siapa yang patuh, siapa yang resisten.
Krisis spiritual dijadikan dalih mengatur semua lini: agama dianggap ancaman jika tak sesuai narasi resmi.
Pasal-pasal baru muncul: “hate speech”, “ekstremisme spiritual”, “terorisme ideologis.”
Algoritma bukan hanya mengatur transaksi (esai 14), tapi juga menjadi imam global yang mengatur fatwa, konsultasi, bahkan doa.
Kita menyaksikan transisi: dari otoritas langit → otoritas manusia → otoritas mesin.
Akhirnya, manusia kehilangan kemerdekaan batin, agama direduksi menjadi protokol moral global, dan sistem siap melangkah menuju Pax Judaica.
*Epilog: Jiwa yang Terjaga di Tengah Kontrol Total*
Namun, sejarah selalu menyisakan celah. Iqbal mengingatkan: “Api ada di genggamanmu.”
Di tengah kontrol total ini, justru lahir kesadaran yang tak bisa diprediksi. Retakan dalam sistem bukan selalu berasal dari luar, tapi dari jiwa-jiwa yang menolak dijinakkan: mereka yang menolak tunduk pada spiritualitas palsu, yang merawat ketajaman makna di balik ritual.
Esai 19 ini adalah jembatan menuju esai 20: kita akan melihat bagaimana kontrol global menemukan puncaknya dalam proyek geopolitik yang lebih besar, yaitu Pax Judaica: sebuah tatanan dunia baru yang menjanjikan “perdamaian,” namun dibangun di atas fondasi kerapuhan manusia modern.
Dalam fase kontrol total, justru lahir bentuk-bentuk kesadaran yang tak terdeteksi algoritma, kesadaran yang menolak reduksi spiritualitas menjadi sekadar ritual, dan menentang kooptasi makna oleh kekuasaan.
Dari perspektif Eskatologi Islam, kontrol total global ini dapat dibaca sebagai puncak dari fase mulkan jabbāriyyan, para penguasa yang memaksakan kehendak dengan kekerasan dan tirani, sebagaimana disebutkan dalam Hadits lima fase sejarah umat Islam (HR. Ahmad, 18406). Bisa juga dibaca sebagai fase “sehari seperti seminggu” dalam Hadits 40 hari Dajjal di bumi (HR. Muslim, 2937).
Ketika ketakutan difungsikan sebagai komoditas untuk membeli ketaatan, pengawasan dipasarkan sebagai instrumen perlindungan, dan kebebasan direkayasa menjadi opsi-opsi semu, hanya jiwa-jiwa terjaga yang teguh secara spiritual, dan memahami lanskap eskatologis yang mampu mendobrak sirkuit kontrol ini.
Esai 19 ini menjadi pengantar menuju esai 20, yang akan membahas kulminasi dari proyek kontrol global dalam skema geopolitik dengan Yahudi Israel sebagai kekuatan dominan, atau Pax Judaica.
Di tengah mimpi buruk kontrol global pada fase ini, hanya jiwa yang tenang (QS. 13: 28) yang mampu melawan, melalui tiga langkah:
Menolak reduksi spiritualitas menjadi data.
Memahami bahwa “pengawasan terhebat adalah ketika Allah melihatmu” (Hadits Qudsi).
Membangun kesadaran eskatologis, bahwa setiap sistem tirani akan runtuh (QS. 17: 81).
Dalam fase Pax Judaica ini, kontrol global menemukan wajahnya: hegemoni yang mengklaim diri sebagai penjaga perdamaian, tetapi berfondasikan penindasan.
Di sanalah narasi Dajjal dan Imam Mahdi, sebagai antitesis, bertemu dengan tradisi Eskatologi Islam dalam realitas geopolitik.
Glosarium
AI Governance → Pemerintahan berbasis AI.
Algoritma → Instruksi komputer untuk mengatur perilaku manusia.
Biometric Spirituality → Pemantauan spiritual lewat data biometrik.
Control Grid → Jaringan sistematis untuk memantau, mengendalikan, dan membatasi kebebasan individu melalui teknologi.
Credit Score → Nilai kelayakan finansial dan perilaku.
Dajjal → Figur akhir zaman dalam Islam, penebar fitnah dan ilusi.
Ekonomi Ketaatan → Sistem yang menghubungkan ibadah dengan manfaat ekonomi.
Ekstremisme Spiritual → Penolakan terhadap narasi spiritual resmi.
Global Digital ID → Identitas digital global mencakup data agama.
Great Reset → Agenda global merombak sistem pasca-krisis.
Hadits Qudsi → Sabda Allah yang diriwayatkan Nabi Muhammad, bukan bagian dari Al-Qur’an.
Hate Speech → Ucapan yang menyerang keyakinan.
Imam Mahdi → Figur Penyelamat dalam Islam yang menegakkan keadilan, antitesis dajjal.
Mulkan Jabbāriyyan → Era penguasa tiran dalam sejarah Islam.
Pax Judaica → Dominasi global Israel-Yahudi.
Predictive Policing → Prediksi perilaku menyimpang.
QS 13:28 → Hati tenang dengan mengingat Allah.
QS 17:81 → Kebenaran menghancurkan kebatilan.
Spiritual Capital Metrics → Ukuran nilai spiritual individu.
Surveillance Apparatus → Sistem pengawasan fisik & digital.
Transisi Great Reset → Peralihan menuju kontrol global terintegrasi.
Volatilitas → Ketidakstabilan atau fluktuasi tinggi, biasanya di bidang ekonomi atau politik. Dalam esai ini digunakan dalam konteks pengaturan fluktuasi spiritualitas.
Wearables → Perangkat tubuh pengumpul data.
Yuval Noah Harari → Sejarawan, pengamat masa depan era data.
والله أعلم
MS 07/05/25
kFoto: ilustrasi /ISR)
Posted in SOSBUD
Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Pj Bupati Bangka M Haris AR mengatakan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Satuan Samapta Polres Bangka berikan edukasi dan…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…