Fondasi Peradaban Baru (4): Dilema Palsu Modernitas (Dekonstruksi Epistemologi Qur’ani atas Krisis Spiritual Modernisme Islam)

images (1)

Oleh: Maman Supriatman || Alumni HMI

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia… Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami…”
(Q.S. Ar-Rum: 7; Al-A’raf: 179).

Pendahuluan: Membedah Ilusi “Modernisasi Netral”

Modernisme Islam kontemporer terjebak dalam paradoks epistemik: membela modernisasi sebagai alat teknis-netral, sambil menafikan core values filosofisnya yang bertentangan dengan tauhid.

Kasus transformasi Arab Saudi di bawah Mohammed bin Salman (MBS); dari negara Wahhabi puritan menjadi laboratorium kapitalisme sekuler, menjadi bukti nyata kegagalan membaca peringatan Allah dalam Ar-Rum: 7 dan Al-A’raf: 179.

Artikel ini mendedah dua ayat tersebut sebagai pisau analisis untuk:

Mendekonstruksi dikotomi palsu modernization vs. westernization;

Membongkar krisis spiritual kaum modernis yang “memiliki mata tapi buta terhadap nilai”;

Menawarkan kontra-narasi empiris modernisasi tanpa penyerahan nilai.

Ar-Rum 7: Fetisisme pada Yang Zhahir

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ ٱلْءَاخِرَةِ هُمْ غَٰفِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, sedangkan tentang akhirat mereka lalai.”¹

  • Zhahir vs. Batin:

Ayat ini mengecam obsesi pada kemajuan material (zhahir): infrastruktur, teknologi, PDB, tanpa menyelami dimensi batin modernitas: liberalisasi nilai, sekularisasi ruang publik, dan relativisme moral.

  • Studi Kasus Saudi

Proyek Vision 2030 dan NEOM dipromosikan sebagai simbol kemajuan, namun bersamaan dengan liberalisasi budaya (konser, bioskop, pariwisata global) yang mengikis otoritas syariah dalam tata sosial.²

  • Kritik Epistemologis

Kaum modernis terjebak dalam instrumental reason (akal instrumental) Max Weber; mengagumi rasionalitas teknis, tetapi abai terhadap desakralisasi yang menyertainya.³

Al-A’raf 179: Kebutaan Metafisik di Balik Kemajuan Fisik

لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا… أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ

“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami… Mereka seperti hewan ternak.”⁴

  • Mata yang Buta, Telinga yang Tuli

Ayat ini bukan mengutuk indera fisik, tetapi kegagalan fungsi bashirah (mata hati) dalam membaca ancaman modernitas terhadap nilai transendental.

  • Hewan Ternak sebagai Metafora

Analogi Qur’ani menyindir mereka yang hanya merespons stimulus material, seperti kebijakan ekonomi Saudi yang mengejar investasi asing dengan mengorbankan prinsip anti-riba dan keadilan sosial.⁵

  • Kritik Charles Taylor

Modernitas menciptakan “buffered self” (diri terproteksi) yang memisahkan manusia dari realitas metafisik, persis seperti kebutaan qur’ani.⁶

Dekonstruksi Dikotomi Palsu: “Modernisasi Bukan Westernisasi”

Klaim kaum modernis ini terbukti rapuh secara filosofis:

Liberalisasi→ Menggantikan hukum Tuhan dengan HAM sekuler. Contohnya, penghapusan wilayatul amr dalam hukum keluarga Saudi.

Rasionalisasi→ Menundukkan wahyu di bawah akal manusia (e.g., reinterpretasi jihad/hudud sebagai “tidak relevan”).

Sekularisasi→ Meminggirkan agama dari ruang publik (sistem ekonomi Saudi kini mengadopsi kapitalisme ribawi).⁷

Kasus modernisasi Arab Saudi di bawah MBS, membuktikan modernisasi adalah kuda troya westernisasi.

Sebagaimana kritik Syed Naquib al-Attas:

“Modernisasi adalah bentuk baru penjajahan epistemik: mengganti pandangan alam (worldview) Islam dengan sekular-liberal.”⁸

Kontra-Narasi: Modernisasi Tanpa Liberalisasi-Sekularisasi

  1. Malaysia: Kapitalisme Berfilter Syariah

Modernisasi Teknis: Industrialisasi otomotif (Proton), koridor digital (Multimedia Super Corridor), pertumbuhan ekonomi 7% (1990-an).

Penahanan Nilai: Sistem perbankan syariah terintegrasi (terbesar global).

Pembatasan budaya Barat (sensor media, kode busana Islami di instansi).

Wawasan 2020 secara eksplisit menjadikan “nilai Islam” sebagai pilar.⁹

  1. Iran: Otonomi Sains Berlandaskan Weltanschauung Islam

Modernisasi Teknis: Pengembangan nuklir sipil, teknologi satelit (Sina-1), bioteknologi.

Penahanan Nilai:
Sistem Velayat-e Faqih (otoritas agama mengontrol hukum/politik).

Ekonomi berbasis iqtisad al-muqawama (ekonomi resistensi).

Penolakan budaya Barat (pelarangan Netflix, musik “haram”).¹⁰

  1. Qatar: Modernis Infrastruktur, Konservatif Identitas

Modernisasi Teknis: Bandara Hamad, Metro Doha, kota pintar Msheireb.

Penahanan Nilai:
Hukum keluarga syariah (waris, poligami).

Kontrol ketat alkohol/LGBT+ (hanya di zona terbatas).

Museum of Islamic Art sebagai benteng identitas.¹¹

Pembelajaran: Syarat-Syarat Keberhasilan

Berdasarkan studi kasus di atas, modernisasi tanpa penyerahan nilai memerlukan:

Keteguhan Ideologis: Agama sebagai framework ontologis, bukan alat legitimasi.

Negosiasi Kreatif: Adaptasi teknis tanpa adopsi filosofis (contoh: “kapitalisme syariah” Malaysia).

Elite Intelektual-Berintegritas: Garda epistemik yang menjaga bashirah kolektif (Q.S. Al-Hajj: 46).

Otonomi Politik: Kemandirian dari hegemoni Barat (Iran survive embargo 40 tahun).

“Modernization without cultural surrender is possible, but it demands epistemic vigilance.”

(Modernisasi tanpa menyerah pada budaya memang memungkinkan, tetapi hal itu menuntut kewaspadaan epistemik).

Epilog: Seruan untuk Kesadaran Qur’ani

Surat Ar-Rum: 7 dan Al-A’raf: 179 bukan sekadar kritik, tetapi peta jalan membangun peradaban alternatif.

Malaysia, Iran, dan Qatar membuktikan:

“Modernisasi tanpa westernisasi mungkin selama bashirah (mata hati) menjadi kompas.

Tantangan sejati adalah merumuskan fiqh al-hadharah (fikih peradaban) yang mentransformasi kesadaran Qur’ani ini menjadi arsitektur peradaban.

Di tengah gemerlap Vision 2030, dunia Islam dihadapkan pada pilihan: menjadi “hewan ternak” yang mengejar materi, atau khalifah yang membangun peradaban dengan mata hati?

Daftar Kutipan

¹ Al-Qur’an 30: 7.

² Al-Rasheed, Madawi. Muted Modernists: The Struggle over Divine Politics in Saudi Arabia. Oxford UP, 2015.

³ Weber, Max. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Routledge, 1930.

⁴ Al-Qur’an, 7:179.

⁵ Hertog, Steffen. “The Costs of Counter-Revolution in Saudi Arabia.” Middle East Report 45, 2019.

⁶ Taylor, Charles. A Secular Age. Harvard UP, 2007.

⁷ Commins, David. The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. I.B. Tauris, 2006.

⁸ Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. ISTAC, 1993.

⁹ Mehmet, Ozay. Islamic Identity and Development. Routledge, 1990.

¹⁰ Maloney, Suzanne. Iran’s Political Economy since the Revolution. Cambridge UP, 2015.

¹¹ Kamrava, Mehran. Qatar: Small State, Big Politics. Cornell UP, 2013.

والله أعلم

MS 10/06/25

(foto: ilustrasi/IST)

Posted in

BERITA LAINNYA

Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW  (23): Al-Qur’an sebagai Kurikulum Kehidupan

Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis…

Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW  (20): Al-Qur’an sebagai Pemantik Teknologi (3)

Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis…

Menag Apresiasi Ekspor Perdana Makanan Siap Saji ke Saudi

SUKOHARJO–Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ikut melepas ekspor perdana makanan…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI