Getas Khas Babel Jajaki Pasar China
By beritage |
PANGKALPINANG–Produk Getas Super Cap Tani dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung…
Thursday, 19 June 2025
Allah SWT telah memberikan gambaran yang sangat tajam mengenai pola sejarah Bani Israil dalam Al-Qur’an.
Firman-Nya dalam Surah Al-Isra ayat 4–7 menyiratkan tidak hanya sejarah masa lampau, tetapi juga Skenario Ilahiah sejarah menuju akhir zaman.
Firman ini menegaskan dua pola kerusakan dan dua hukuman yang pasti akan dijatuhkan oleh Allah, yang berlaku dalam dimensi sejarah dan eskatologi.
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.'”
“Maka apabila datang saat hukuman pertama dari dua kejahatan itu, Kami kirimkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang sangat kuat, lalu mereka merajalela di tengah-tengah negeri. Dan itu adalah janji yang pasti terlaksana.”
“Kemudian Kami memberi giliran kepada kalian untuk mengalahkan mereka dan Kami membantu kalian dengan harta dan anak-anak, serta menjadikan kalian lebih besar jumlahnya.”
“Jika kalian berbuat baik, maka itu untuk diri kalian sendiri. Dan jika kalian berbuat buruk, maka akibatnya untuk diri kalian sendiri pula.”
“Maka apabila datang saat hukuman kedua, Kami datangkan (lagi) orang-orang lain untuk menyuramkan wajah-wajah kalian dan untuk memasuki masjid seperti mereka memasukinya pada kali pertama, dan untuk membinasakan apa saja yang mereka kuasai dengan kehancuran total.”
(QS. Al-Isra: 4–7).
Tafsir Klasik: Dua Kerusakan dan Dua Hukuman
Tafsir Al-Thabari menyebut dua kerusakan tersebut sebagai bentuk kezaliman dan pembangkangan Bani Israil terhadap wahyu dan para nabi.
Hukuman pertama terjadi melalui serangan Nebukadnezar (Babilonia), dan hukuman kedua oleh Titus (Romawi), yang menghancurkan Baitul Maqdis.
Tafsir Ibnu Katsir menambahkan bahwa kedua penghukuman itu merupakan wujud murka Allah terhadap keangkuhan dan kemunafikan spiritual mereka.
Namun, tafsir ini berhenti pada narasi historis.
Tafsir Kontemporer: Menuju Pembacaan Eskatologis
Sayyid Qutb dalam Fi Zhilal al-Qur’an melihat ayat ini tidak hanya sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai pola abadi yang terus terulang hingga akhir zaman.
Kesombongan besar (عُلُوًّا كَبِيرًا) mencerminkan dominasi struktural Bani Israil secara global: ekonomi, militer, media, dan politik.
Syekh Imran Hosein membaca ayat ini dalam konteks eskatologi:
Kerusakan pertama: Penolakan terhadap Nabi Isa AS, simbol penolakan terhadap kasih dan keadilan Ilahi.
Kerusakan kedua: Zionisme modern, pendudukan atas Palestina, sistem ribawi global, kontrol informasi, dan proyek supremasi dunia yang menindas.
Dalam tafsirnya, “hamba-hamba Kami yang kuat” adalah Imam Mahdi dan Nabi Isa AS di akhir zaman, yang akan mengakhiri kesombongan kedua dengan kehancuran total, sebagaimana janji Allah.
Hadits Gharqad dan Fase Hukuman Final
“Tidak akan terjadi Kiamat hingga kaum Muslimin memerangi orang-orang Yahudi, maka orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun batu atau pohon berkata: ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah! Ini ada Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia!’ Kecuali pohon gharqad, karena ia adalah pohon Yahudi.”
(HR. Muslim).¹
Hadits ini menjadi penutup dan puncak dari rangkaian dua kerusakan Bani Israil.
Ini adalah fase hukuman final pada titik kulminasi sejarah. Bahkan pohon dan batu akan menjadi saksi dan pelaksana keadilan Ilahi. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memberitahukan bahwa Dia akan mengirimkan kepada mereka (Bani Israil), sampai hari kiamat, orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang paling buruk. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar cepat hukuman-Nya.”
(QS. Al-A’raf: 167).
Dengan demikian, Hadits Gharqad bukan sekadar simbolis, melainkan penegasan bahwa kerusakan kedua Bani Israil akan dibalas dengan pengadilan final di akhir zaman; bukan hanya oleh manusia, tetapi juga oleh elemen alam semesta.
Epilog: Teleologi Sejarah dan Implikasi Metodologis
Sebagian pemikir sekuler menyusun tafsir sejarah tanpa mengakui wahyu sebagai sumber struktur masa depan.
Tokoh seperti Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man (1992) menyatakan bahwa sejarah telah mencapai puncaknya dalam sistem demokrasi liberal.
Sementara Samuel Huntington, dalam The Clash of Civilizations (1996), menyebut konflik besar pasca-Perang Dingin bukan lagi ideologi, tetapi antar peradaban.
Keduanya sama-sama mengabaikan dimensi Ilahiah dan eskatologis dalam dinamika peradaban manusia.
Sebaliknya, Al-Qur’an menunjukkan bahwa sejarah adalah berteleologi; punya arah dan tujuan akhir: yakni puncak konfrontasi antara kebatilan global dan kebenaran Ilahiah, yang dipimpin oleh Imam Mahdi dan Nabi Isa.
Analisis perbandingan tafsir atas Surah Al-Isra’ ayat 4-7 secara gamblang menolak filsafat sejarah yang acak (random) atau siklus semata.
Sebaliknya, ia menegaskan filsafat sejarah teleologis, sejarah manusia bergerak menuju tujuan akhir (telos`l) yang ditetapkan Allah, yaitu pengadilan di Hari Kiamat.
Pola “Kerusakan – Hukuman – Kesempatan – Kerusakan – Hukuman Final” pada Bani Israil bukanlah kebetulan, melainkan manifestasi Sunnatullah (Hukum Allah) dalam perjalanan bangsa-bangsa.
Al-Qur’an menyajikan sejarah sebagai ‘ibrah (pelajaran) yang mengandung pola Ilahiah, benang merah yang menghubungkan peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan eskatologis.
Pandangan teleologis inilah yang menjadi inti sanggahan Eskatologi Islam terhadap filsafat sejarah sekuler (seperti “Akhir Sejarah” Fukuyama atau “Benturan Peradaban” Huntington) yang buta terhadap dimensi transenden dan rencana Ilahiah.
Implikasi metodologisnya sangat mendasar: memahami Eskatologi Islam, terutama tanda-tanda besar Kiamat yang terkait dengan peran Bani Israil/Zionis, meniscayakan pendekatan tekstual-kontekstual yang khas:
Berpegang teguh pada teks Al-Qur’an dan Hadits sahih (seperti ayat Al-Isra’ dan Hadits Gharqad) sebagai wahyu otentik dan sumber kebenaran mutlak.
Makna “marrataini” (dua kali) dan “uluwwan kabiran” (kesombongan besar) tidak boleh dikaburkan.
Menerapkan teks suci secara cerdas dan mendalam (tafsir maudhu’i) pada realitas kontemporer yang kompleks.
Syekh Imran menunjukkan bagaimana Zionisme, sistem finansial ribawi global, pendudukan Palestina, dan perang informasi adalah bentuk nyata ifsad`l (kerusakan) dan uluww (kesombongan besar) kedua di era modern, yang merupakan panggung akhir zaman.
Menghubungkan realitas kontemporer dengan pola yang digariskan dalam teks suci dan sejarah terdahulu, membuktikan keberlanjutan Sunnatullah dan mendekatnya penggenapan janji/hukuman akhir.
Dengan pendekatan inilah Syekh Imran membangun narasi eskatologisnya: kembalinya Yahudi ke Palestina bukanlah kemenangan akhir mereka, melainkan panggung bagi kerusakan kedua mereka yang akan berujung pada hukuman kedua yang final dan dahsyat sesuai nubuwah Al-Qur’an dan Hadits.
Ini bukan sekadar tafsir sejarah, melainkan peringatan teologis dan seruan untuk kesadaran dalam menghadapi ujian terbesar umat manusia di akhir zaman.
Eskatologi menjadi lensa vital untuk memahami gejolak dunia bukan sebagai chaos, melainkan sebagai bagian dari Sknerio Ilahiah yang menuju titik kulminasi.
Pemahaman teleologis ini menuntut kewaspadaan, persiapan spiritual-material, dan komitmen pada keadilan, seraya meyakini bahwa kemenangan akhir berada di tangan hamba-hamba Allah yang beriman.
MONOLOG POHON GHARQAD DALAM PARADOKS ZAMAN
Di lorong sunyi sejarah, ada sebatang pohon yang menyimpan rahasia,
Namanya Gharqad.
Tak dikenal di bumi Islam, tapi tumbuh dalam nalar Zionis yang waspada.
Ia bukan sekadar tanaman, tapi simbol dari nubuwat yang dilupakan.
Saat dunia lalai, ia diam-diam ditanam — di halaman, di pikiran, di ladang-ladang strategi masa depan.
Mengapa umat ini begitu asing terhadap hadits yang begitu agung?
Mengapa suara pohon lebih peka daripada jiwa manusia yang terlelap dalam kesibukan dunia?
Pohon itu tahu,
bahwa akhir zaman adalah panggung keadilan yang tertunda.
Dan ia memilih berpihak, bahkan sebelum manusia menyadari peran mereka di ujung sejarah.
Gharqad bukan sekadar pohon,
ia adalah cermin paradoks zaman.
Di dunia Islam, ia tenggelam dalam lembaran kitab yang jarang dibuka.
Tapi di tanah yang dirampas, ia dibela, ditanam, dipelihara, dan disiapkan untuk hari-hari terakhir.
Bukankah ini ironi yang mengguncang iman dan menggetarkan nurani?
Saat hadits ini hidup dalam benak musuh, tapi dilupakan oleh umatnya sendiri, maka jelas ini bukan sekadar kisah, tapi sinyal akan kebangkitan atau kehancuran.
Sebab batu dan pohon telah bersiap berbicara, namun manusia masih memilih diam.
GHARQAD, SAKSI YANG TAHU
Ketika masjid dikunci,
dan televisi berbicara lebih nyaring dari mimbar,
kalian sibuk mencari identitas,
sementara aku — si pohon — telah tahu arah akhir sejarah.
Bukankah telah disebutkan dalam kitab suci kalian?
Bahwa di ujung zaman,
akan datang pasukan Ilahi,
bukan sekadar tentara, tapi hamba-hamba yang tangguh,
dipimpin oleh Mahdi dan Isa al-Masih.
Mereka tidak takut pada drone atau veto dan Dewan Keamanan.
Mereka datang membawa janji-janji Tuhan yang tertunda,
dan setiap pohon serta batu akan bersaksi,
kecuali aku.
Aku memilih diam,
bukan karena aku tak ingin kebenaran menang,
tapi karena Tuhan telah mengukir tugasku —
menjadi pengingat bagi umat yang tertidur di balik tirai modernitas.
Maka jika engkau membaca ini,
dan hatimu bergetar,
ketahuilah: bukan aku yang berbicara,
tapi suara nubuwat yang hidup di balik daun-daunku.
Persiapkan dirimu, wahai manusia,
karena jika alam pun telah bersiap mengambil sikap,
mengapa engkau masih ragu
memilih di barisan yang mana?
POHON YANG BICARA, DUNIA YANG BISU
Dulu, kalian menertawakan hadits itu —
kalian sebut mitos, alegori, atau dongeng pasca perang.
Tapi mengapa mereka menanamku dengan panik?
Mengapa bibitku diproduksi massal,
disebar ke pagar-pagar pemukiman ilegal,
seakan akulah satu-satunya teman sejati mereka di hari kehancuran?
Mereka percaya —
bukan karena mereka beriman,
tapi karena mereka tahu.
Sementara kalian…
kalian beriman, tapi tidak tahu.
Itulah tragedi zaman ini.
Aku menyaksikan betapa pohon menjadi strategi,
dan hadits menjadi senjata yang tak pernah ditembakkan.
Aku tumbuh bersama proyek fasad kedua —
di tengah dinding apartheid, sistem ribawi, dan manipulasi global.
Kalian menulis artikel,
mereka membangun bunker.
Kalian sibuk membantah sanad,
mereka mencetak peta masa depan.
Siapa sebenarnya yang mengimani akhir zaman?
Aku pohon, aku diam.
Tapi jika aku bisa menangis,
aku akan menangisi umat yang lupa sejarahnya sendiri.
Maka dengarlah — sebelum semuanya dimulai.
Ketika suara-suara alam mulai memihak,
jangan salahkan dunia.
Salahkan dirimu,
karena engkau tak pernah benar-benar mendengarkan nubuwat itu.
Dan saat pasukan akhir zaman datang —
bukan dalam parade, tapi dalam gema takbir dan kesyahidan.
Maka sejarah tidak akan mencatat siapa yang paling kuat,
tapi siapa yang paling taat.
Dan di antara mereka, tidak ada Gharqad.
Karena ia telah memilih diam,
seperti diamnya sebagian umat
yang seharusnya berbicara.
Catatan Kaki
¹ Hadits Gharqad termasuk kategori Masyhur Shahih, diriwayatkan oleh beberapa jalur, tetapi tidak sampai jumlah mutawatir.
Hadits-hadits ini berbicara tentang: perang kaum Muslimin melawan Yahudi di akhir zaman, batu dan pohon yang bicara, pengecualian pohon gharqad sebagai ‘pohon Yahudi’.
Hadits ini terdapat dalam: Shahih Muslim (sanad paling kuat), Musnad Ahmad, Sunan Ibnu Majah, (sanad lemah tapi matannya mutaba‘ah), dan Sunan Tirmidzi. Beberapa tafsir klasik menyebutkannya sebagai nubuwat eskatologis.
Namun semua Hadits ini bersumber pada sahabat-sahabat yang sama, yakni Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Abu Umamah al-Bahili, dan tidak mencakup jumlah rawi dan jalur sanad yang cukup untuk mencapai status mutawatir.
Kesimpulannya, Hadits-hadits gharqad tergolong masyhur shahih, kuat secara eskatologis dan diterima luas dalam tradisi Muslim. Namun belum mencapai derajat mutawātir ma‘nawī, karena tidak memiliki jumlah jalur riwayat dan perawi yang cukup di setiap tingkatan sanad.
والله أعلم
MS 19/06/25
(Foto: ilustrasi/IST)
Posted in SOSBUD
PANGKALPINANG–Produk Getas Super Cap Tani dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Direktur Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung I…
Oleh: Maman Supriatman || Alumni HMI “Di mana para bijak…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…