HMI Cabang Denpasar Usulkan Green Election Dan Green Campaign
By beritage |
GETARBABELCOM, BALI– HMI Cabang Denpasar mengusulkan green election dan green…
Saturday, 12 July 2025
Oleh: Zulkarnain Alijudin || Mantan Ketua KPU Bangka
Pilwalkot Pangkalpinang 2024 menjadi salah satu momen paling dramatis dalam sejarah demokrasi lokal Indonesia. Bukan karena konflik terbuka atau pemilihan ulang, tapi karena satu pesan rakyat yang sangat jelas: petahana yang dianggap bekerja pun bisa dikalahkan, jika rakyat merasa tak diwakili. Kekalahan oleh kotak kosong bukan terjadi karena kinerja buruk, tapi karena masalah identitas wakil yang dianggap asing bagi warga kota.
Kini, dalam Pilwalkot Ulang 2025, sejarah itu akan dihadapkan pada kenyataan baru: empat pasangan calon akan bertarung dalam satu putaran penentuan, dan semuanya membawa agenda, janji, serta rekam jejak masing-masing. Tak ada lagi ruang untuk mengulang strategi lama. Tak ada kesempatan kedua. Dan paling penting, tak ada lagi tempat untuk sekadar simbol.
Petahana Tak Buruk, Tapi Tersandung Isu Kultural
Kita harus jujur mengakui: petahana pada periode sebelumnya telah melakukan banyak hal untuk wajah Pangkalpinang. Jalan-jalan kota ditata ulang, ruang-ruang publik diperbaiki, dan sejumlah pelayanan dasar mengalami peningkatan. Namun semua itu belum cukup ketika publik merasa bahwa kepemimpinan itu tak mewakili identitas lokal.
Wakil wali kota saat itu bukan berasal dari Pangkalpinang, dan ini menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh kekuatan “kotak kosong”. Pesan yang tersirat dari rakyat saat itu bukanlah penolakan terhadap pembangunan, tapi peringatan keras bahwa identitas dan keterwakilan lokal adalah harga yang tidak bisa ditawar.
Kini, sang petahana kembali mencalonkan diri, dengan pasangan baru yang lebih merepresentasikan wilayah. Ia menggandeng seorang anggota DPRD Provinsi Babel, sosok yang punya rekam politik di level atas dan dianggap lebih “berakar” secara sosiologis. Tapi apakah itu cukup untuk menebus luka politik lima tahun lalu?
Independen Bukan Lagi Simbol, Tapi Alternatif
Pasangan independen hadir sebagai antitesis partai dan elitisme. Tokoh utama mereka dikenal sebagai wajah dari gerakan kotak kosong—gerakan yang telah menjadi kekuatan rakyat, bukan sekadar protes. Kini ia kembali, bukan hanya dengan semangat penolakan, tapi kesiapan memimpin. Apalagi, ia menggandeng mantan Sekretaris Daerah Pangkalpinang sebagai wakil, menghadirkan kombinasi unik antara idealime rakyat dan kemampuan teknokratis.
Mereka bukan hanya ingin menang, tapi ingin membuktikan bahwa independen bisa jadi solusi, bukan sekadar simbol.
Poros Partai: Siapa yang Lebih Siap Menjadi Wajah Baru?
Dua poros besar partai juga tampil percaya diri. Koalisi PDIP, PKB, Demokrat, PAN, dan partai non-parlemen menjadi kekuatan nasionalis-religius dengan struktur yang kokoh. Namun, tantangannya besar: mereka harus meyakinkan rakyat bahwa ini bukan sekadar “elit lama ganti kostum”, melainkan wajah baru dengan program baru yang betul-betul lahir dari kebutuhan rakyat.
Sementara itu, poros Golkar, NasDem, PKS, Partai Buruh dan Partai Ummat, meskipun heterogen secara ideologi, memiliki potensi besar jika mampu menyatukan arah. Dengan dukungan dari kelompok Islamis, kelas pekerja, dan warga urban, mereka bisa menjadi penentu di tengah fragmentasi suara yang sangat tinggi.
Tak Ada Putaran Kedua, Semua Harus Siap Sejak Hari Pertama
Pilwakot Ulang Pangkalpinang 2025 hanya berlangsung satu putaran. Ini berarti tidak ada ruang untuk kalkulasi politik jangka menengah. Semua pasangan calon harus tampil dengan strategi terbaik sejak hari pertama kampanye. Tidak cukup menjadi populer; mereka harus relevan dan dipercaya.
Pemilih Pangkalpinang hari ini adalah pemilih yang sudah pernah berkata “tidak” pada kekuasaan. Mereka bisa—dan sangat mungkin—mengulang sikap itu jika kembali merasa diabaikan. Maka, narasi, pasangan, hingga bahasa tubuh para calon akan diawasi tajam. Rakyat tak ingin pemimpin yang hanya sibuk “membenarkan masa lalu”, tetapi yang siap memperbaiki dengan rendah hati dan bekerja dengan jujur.
Penutup: Rakyat Tak Ingin Sekadar Dilayani, Tapi Diwakili
Pilwalkot Ulang Pangkalpinang 2025 bukan lagi tentang siapa paling banyak baliho, paling besar koalisi, atau paling rajin blusukan menjelang pemilu. Ini adalah pertarungan siapa yang paling dalam dipahami rakyat, dan paling dalam memahami rakyat.
Petahana mungkin punya modal pembangunan, tapi harus hati-hati mengulang luka. Independen mungkin punya moral publik, tapi harus siap membuktikan kemampuan teknis. Partai mungkin punya mesin, tapi tidak semua mesin cocok dengan hati rakyat.
Pilwalkot kali ini bukan tentang masa lalu yang dipertahankan, tapi masa depan yang harus diperjuangkan dengan kepercayaan yang baru.(*)
Posted in Politik
GETARBABELCOM, BALI– HMI Cabang Denpasar mengusulkan green election dan green…
Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI Dahulu para ulama…
Oleh : EDI IRAWAN , ST || Ahli Sungai/Ketua Forum…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…