Opini || Makan Bergizi Gratis dalam Perspektif Kerawanan Pangan

efae3032-3a9e-4b2a-b9e3-8b367df46a19

Oleh: EDi SETIAWAN, SP., M.Si || Ketua Umum DPP Agropreneur Indonesia II HIPKA

DIALEKTIKA terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus bergulir pasca Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam Pemilu 2024. Program yang awalnya bernama Makan Siang Gratis kemudian berubah menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan pertimbangan fleksibilitas waktu intervensi terkait kelompok sasaran penerima manfaat (anak-anak TK dan sekolah dasar), termasuk penajaman penggunaan istilah “bergizi”.

MBG yang diprogram dengan tujuan menurunkan angka stunting pada anak-anak ini sesungguhnya secara substansial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penanganan kerawanan pangan. Sementara itu kerawanan pangan merupakan unsur penting dalam skema ketahanan pangan nasional termasuk lebih jauh membangun kemadirian (kedaulatan) pangan.

Kerawanan pangan diistilahkan sebagai kondisi ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangannya baik jumlah maupun kualitas pangan dalam waktu tertentu (transien) atau terus menerus sepanjang waktu (kronis). Tidak terbatas di tingkat rumah tangga saja, kerawanan pangan ini bisa naik level pada tingkat  lingkungan, wilayah desa/kelurahan, kecamatan, sampai dengan tingkat nasional.

Kerawanan pangan, baik transien maupun kronis ini bermula dari akses individu/rumah tangga terhadap pangan. Kemampuan mengakses pangan ini multi faktor, mulai dari kemampuan ekonomi (pendapatan), kondisi ketersediaan (jumlah, komposisi maupun kontinuitas} pangan yang ada, sampai dengan perilaku konsumsi pangan. Namun demikian faktor ekonomi menjadi yang paling utama dalam membentuk kerawanan pangan.

Kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bahkan tidak berpenghasilan yang umum diistilahkan dengan kelompok rumah tangga miskin (RTM) adalah yang paling berpotensi berstatus rawan pangan. Kondisi ketidakmampuan mendapatkan pangan ini berdampak luas pada kondisi Kesehatan khususnya gizi buruk keluarga yang termasuk di dalamnya kelompok umur Balita dan anak-anak.

Dari sini benang merah MBG sebagai program bantuan intervensi langsung pangan. Korelasinya menekan angka kerawanan pangan, dalam lingkup mikro menaikkan status gizi atau menurunkan angka stunting. Untuk itu yang paling penting dalam implementasi program MBG ini yakni menyiapkan calon penerima calon lokasi (CPCL) yang harus selektif  sesuai dengan kelompok sasaran penerima manfaat.

Jika tujuannya menekan gizi buruk (stunting), kelompok anak-anak TK dan SD yang diintervensi haruslah memenuhi kriteria rawan pangan sebagaimana yang diuraikan di atas. MBG lebih efektif dan efisien menyasar rumah tangga miskin (RTM) yang didalamnya terdapat kelompok anak-anak TK dan SD. Jika tidak dilakukan secara selektif, maka program ini menjadi kurang efektif dan secara anggaran menjadi kurang efisien. 

Program MBG  ini juga harus menyesuaikan dengan skema kebijakan ketahanan pangan . MBG sebagai bantuan langsung harus didukung dengan program pemberdayaan lainnya dalam jangka panjang untuk penguatan ketahanan pangan. Dimensi ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan yang erat kaitannya dengan penntasan rawan pangan merupakan bagian integral dalam menjalankan program MBG ini. Semoga program yang mulia ini beresonansi maksimal, menjawab problematika rumah tangga rawan pangan. (***)

Posted in

BERITA LAINNYA

Bakar Sampah Gotong-Royong, 3 Hektare Hutan dan Lahan Dusun Tutut Terbakar

GETARBABEL.COM, BANGKA –– Tim Regu 2 Damkar Satpol PP Kabupaten…

Dua Hektare Hutan dan Lahan Kawasan Lintas Timur Membara

GETARBABEL.COM, BANGKA — Kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di…

Perlu Waspada, Sudah Ada Enam Pasien DBD di Bangka Meninggal Dunia

GETARBABEL.COM, BANGKA -Staf Ahli Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kabupaten…

POPULER

HUKUM

1a-oke

IPTEK

2-ok

TEKNOLOGI