OPINI || Kerahasiaan HPS dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Refleksi Kasus OTT KPK di Kalimantan Selatan)

ed-Copy-768x609

Oleh : EDI SETIAWAN, SP., M.Si || Ahli Pengadaan Barang/Jasa, Alumni Prigram Modernisasi Pegadaan MCAI-LKPP

KASUS pengadaan barang/jasa (PBJ) kembali menyita perhatian publik. Dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Selatan menjadi lokus utama lembaga anti rasuah membongkar praktek suap beberapa paket proyek melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat pemerintah dan pihak swasta, yan kemudian menyeret kepala daerah (Gubernur) sebagai tersangka.

Praktek suap ini merupakan bentuk pemufakatan jahat (persekongkolan) dalam mengatur proyek baik dalam memenangkan lelang maupun dalam pelaksanaan pekerjaan. Hal ini ditandai dengan adanya pemberian hadiah atau janji dalam bentuk komitmen fee (uang) kepada penyelenggara negara. Berdasarkan kontruksi peristiwa hukum dalam kasus tersebut, KPK menemukan adanya bukti pemberian fee dengan nilai 5% untuk kepala daerah (Gubernur) dan sebesar 2,5% yang diperuntukan bagi pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam hal ini Kepala Bidang Cipta Karya beserta tim yang terlibat, termasuk Kepala Dinas PUPR sebagai pengguna anggaran.

Rekayasa memuluskan calon penyedia dalam memenangkan lelang beberapa paket proyek ini dilakukan dengan berbagai modus. KPK mengungkap ada 4 (empat) cara yang dilakukan yakni membocorkan HPS dan mengatur syarat kualifikasi calon penyedia dalam lelang, rekayasa proses dalam pemilihan melalui e-catalog,  konsultan perencana yang terafiliasi pemenan lelang dan pekerjaan sudah dimulai di lapangan sebelum dilakukan penandatanganan kontrak.

Kerahasiaann HPS

Perencanaan pengadaan merupakan tahapan awal yang krusial dalam proses pengadaan barang/jasa. Dokumen perencanaan lelang terdiri dari spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja (KAK), rincian biaya/RAB, pemaketan pekerjaan, rancangan kontrak dan dokumen lainnya. Dokumen perencanaan ini merupakan dokumen yang wajib dijaga kerahasiaannya kecuali bersifat umum yang perlu diketahui oleh calon penyedia dalam mengajukan dokumen penawaran. Bahan baku dalam menyusun dokumen perencanaan lelang ini antara lain bersumber dari konsultan perencana. Pekerjaan jasa konsultansi ini pembiayaannya besumber dari anggaran pemerintah.

Dokumen perencanaan lelang ini hanya terbatas dipegang pelaku pengadaan yakni pengguna aggaran, PPK, Tim Teknis, Panitia lelang (ULP), dan konsultan perencana. Harga perkiraan sendiri (HPS) merupakan salah satu dokumen vital dalam perencanaan lelang yang memuat perkiraan jumlah keseluruhan harga beserta rincian harga yang dibutuhkan dalam setiap item/tahapan pekerjaan dalam satu paket pekerjaan. Perkiraan harga ini disertai dengan analisa harga yang dihitung secara keahlian dengan bersumber dari data yang dapat dipertanggungjawabkan.

HPS yang terperinci harus dijaga kerahasiaannya kendatipun secara nilai (jumlah total) HPS tidak berifat rahasia. Hal ini secara tegas diatur dalam Peraturan Presiden (perpres) nomor 12 tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasapemerintah. Nilai total HPS bersifat terbuka yang harus diketahui oleh calon penyedia sebagai dasar mereka untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah. Penawaran harga diatas batas tertinggi ini dinilai gugur pada saat evaluasi lelang.

Lalu kenapa rincian HPS tidak boleh bocor? Rincian HPS mengurai harga setiap item/tahapan pekerjaan yang linear dengan spesifikasi teknis, metode pelaksaaan pekerjaan dan jadwal pelaksanaan (kurva S) yang menjadi satu kesatuan dalam dokumen penawaran. Rincian HPS ini sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan. Dalam evaluasi harga, tidak semata-mata melihat nilai total penawaran harga yang terendah, namun lebih jauh menilai rincian harga yang ditawarkan wajar atau tidak serta dengan analisa harga yang akuntabel.

Menjaga kerahasiaan HPS juga dimaksudkan untuk menguji kemampuan calon penyedia melalui ahli yang mereka miliki dalam menghitung harga penawaran (cost estimator). Kemampuan Menyusun uraian harga ini, menggambarkan calon penyedia di tingkat evaluasi harga dianggap menguasai pekerjaan. Dengan demikian rincian HPS menjadi parameter kompetisi lelang dan menjadi salah satu penentu layak tidaknya calon penyedia medapatkan paket pekerjaan.

Bocornya HPS pastinya juga melanggar etika dan prinsip pengadaan. Secara etika, ada upaya saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat. Selain itu terdapat penyalahguaan wewenang, serta adanya penerimaan imbalan (fee) yang berkaitan dengan pengadaan. Secara prinsip pengadaan, terdapat beberapa prinsip yang diabaikan yakni prinsip bersaing, adil dan akuntabel. (***)

Posted in

BERITA LAINNYA

39 Desa Bertarung dalam Kejurdes se-Beltim

GETARBABEL.COM, BELTIM– Kejuaraan Sepak Bola Antar Desa (Kejurdes) untuk ketiga…

Patroli Polsek Muntok Imbau Warga Jaga Kesehatan Selama Ramadhan

GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT  — Polsek Muntok melakukan  patroli R4 untuk…

Mulkan; Bila Salah Pilih, Pembangunan Akan Terhambat

GETARBABEL.COM, BANGKA- Calon Bupati Bangka H Mulkan kembali mengingatkan masyarakat…

POPULER

HUKUM

IMG-20241107-WA0123

IPTEK

2-ok

TEKNOLOGI