Opini || Ada Apa Dengan Katalog Elektronik? (Refleksi Kasus OTT KPK di Kalimantan Selatan)

ed-Copy-768x609

Oleh : Edi Setiawan, SP., M.Si || Ahli Pengadaan Barang/Jasa, Alumni Program Modernisasi Pengadaan MCAI-LKPP

KETIKA saya ditunjuk sebagai ketua tim katalog elektronik (e-katalog) lokal untuk produk pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2017/2018 yang merupakan awal mula penerapan katalog elektronik LKPP, saya meyakini proses pengadaan secara elektronik (e-purchasing) jauh lebih akuntabel, transparan, adil, efisien dan efektif. Hal ini didasari oleh setiap tahapan proses pemilihan dan penetapan persyaratan  calon penyedia serta pencantuman barang dalam katalog berjalan secara normatif. Termasuk saat pelaksanaan pengadaan (e-purchasing) melalui katalog dan toko daring. Selain itu, sejauh yang saya pantau dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kasus hukum pidana korupsi yang mencuat dalam pengadaan melalui katalog elektronik bisa dikatakan minim.

Namun seiring dengan perkembagan waktu, terlebih belum lama ini operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan, muncul keraguan dan tanda tanya besar. Ada apa dengan katalog elektronik? Dalam pernyataannya, KPK mengendus ada modus pengaturan pemenang dalam pengadaan melalui katalog elektronik lokal ini. KPK pun menggarisbawahi atas kasus hukum tersebut akan melakukan pembahasan mendalam dengan LKPP,  yang menandakan adanya persoalan serius selain katalog lokal juga dalam katalog nasional dan sektoral.

Pengaturan pemenang merupakan bentuk pemufakatan/persekongkolan jahat. Dalam hal apapun, perilaku ini tidak dibenarkan karena jelas melanggar prinsip dan etika pengadaan. Persoalannya kemudian bagaimana pengaturan pemenang ini bisa dilakukan dalam katalog elektronik?

LKPP selaku lembaga yang bertanggungjawab mengatur dan merumuskan kebijakan umum dan operasional pengadaan elektronik telah menyiapkan peraturan khusus terkait dengan ini. LKPP menerbitkan Keputusan nomor 122 tahun 2022 tentang tata cara penyelenggaraan katalog elektronik, kemudian diturunkan lebih operasional melalui surat edaran nomor 3 tahun 2024 tentang penyelenggaraan e-purchasing katalog melalui metode mini kompetisi bagi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pejabat pengadaan (PP).

Dalam pedoman teknis tersebut, LKPP memitigasi munculnya 2 (dua) atau lebih penyedia katalog elektronik yang memiliki produk yang sama atau produk dengan spesifikasi yang sejenis yang dibutuhkan PPK/PP. Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis pengadaan baik barang, jasa lainnya maupun pekerjaan kontruksi, dengan karakteristiknya masing-masing. Pada kenyataannya mitigasi LKPP ini memberikan ruang terjadinya lelang/tender antar penyedia dalam katalog elektronik (mini kompetisi). Lalu apa bedanya dengan pelaksanaan metode pemilihan penyedia melalui tender? Bedanya sangat tipis, katalog elektronik sudah menyediakan daftar calon penyedia dalam etalase produk, sementara tender sifatnya terbuka bagi perusahaan manapun yang ingin berkompetisi setelah memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.

Secara prinsip yang diinginkan oleh PPK/PA adalah harga terbaik atau kalau dapat disebut sebagai harga terendah. Ketika beberapa calon penyedia yang ada dalam etalase produk dipilih oleh PPK/PP sesuai dengan dokumen kompetisi, maka tahapan proses pengadaan selanjutnya berjalan yang dimulai dengan penawaran mini kompetisi, pemeringkatan kompetisi, pemiihan calon pemenang, klarifikasi kesesuaian spesifikasi teknis, evaluasi kewajaran harga, verifikasi kualifikasi dan penetapan pemenang.

Setiap tahapan dalam mini kompetisi ini jelas sangat rawan terjadinya pengaturan (persekongkolan). Mulai dari PPK/PP menetapkan dokumen mini kompetisi, sampai dengan proses evaluasi/klarifikasi/verifikasi calon penyedia. Sama rawannya dengan metode pengadaan lainnya seperti tender, penunjukan langsung maupun pengadaan langsung. Kasus OTT KPK terkait pengadaan barang/jasa di Kalimantan Selatan memastikan bahwa sistem katalog elektronik membuka banyak celah terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh para pelaku pengadaan.

Penetapan dokumen mini kompetisi oleh PPK/PP menjadi pintu masuk pengaturan pemenang. Dokumen yang terdiri dari spesifikasi teknis pekerjaan, rencana perkiraan biaya, termasuk persyaratan lainnya yang diperlukan akan mudah diarahkan (direkayasa) untuk memenangkan penyedia tertentu atau dengan jalan dokumen tersebut dibocorkan kepada pihak tertentu yang mestinya harus dijaga kerahasiaannya. Pengatur skenario (master mind) tentu yang memiliki kekuasaan dalam ekosistem pengadaan yakni kepala daerah atau pengguna/kuasa pengguna anggaran.

Pada akhirnya metode katalog elektronik ini memerlukan penataan melalui reformulasi sistem secara komprehensif oleh LKPP. Penentuan jenis pengadaan, proses penetapan penyedia dalam etalase produk katalog, dan dalam proses pemilihan penyedia. Titik-titik kritis dalam pengadaan ini memerlukan evaluasi dan mitigasi. Dalam pekerjaan kontruksi, misalnya perlu ditinjau kembali apakah jenis pekerjaan ini dapat dilakukan dengan katalog atau tidak. Hal ini mengingat prinsip pengadaan yang menekankan pentingnya efisien dan efektif, sejalan denga misi awal e-katalog yakni pengadaan yang cepat dan dengan cara yang tepat. Kemudian juga dalam proses pemilihan penyedia (mini kompetisi) pekerjaan kontruksi tidak beda jauh secara substansi dengan metode tender. (***)

Posted in

BERITA LAINNYA

Penganiayaan IRT di Kampung Kapitan Belinyu, Polsek Belinyu Amankan Pelaku

GETARBABEL.COM, BANGKA — Pj (20), ibu rumah tangga (IRT), warga…

Dosen Praktisi PT Timah Ajarkan Mahasiswa Polman Babel Gambar Teknik Mesin

GETARBABEL.COM, BANGKA — Dosen praktisi dari PT Timah Tbk, Dwi…

Polres Bangka Atur dan Amankan Pasar Ramadhan

GETARBABEL.COM, BANGKA – Polres Bangka menurunkan 15 personel gabungan untuk…

POPULER

HUKUM

mediaonlinenatal2024ok

IPTEK

PolitikUang-Copy

TEKNOLOGI