Terpilih untuk Mengabdi, Selamat Bekerja Presiden

IMG-20241022-WA0005(1)

Bambang Soesatyo || Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Polhukam KADIN Indonesia//Dosen Tetap Pasca Sarjana Universitas Borobudur, Trisakti, Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN) || Catatan Politik Senayan

PRESIDEN terpilih menjadi figur yang diyakini masyarakat akan mengabdi kepada negara-bangsa. Presiden ke-8 Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2024, untuk masa bhakti 2024-2029. Presiden Prabowo akan memulai pengabdiannya kepada negara-bangsa ketika dinamika global, dan juga Indonesia, sedang tidak baik-baik saja. Presiden diharapkan mampu mengajak semua elemen bangsa untuk tetap optimis menatap masa depan.

Maka, menjadi sangat menarik dan mengesankan ketika berbagai kalangan menggarisbawahi pernyataan Presiden Prabowo. Sebab, dalam pidato kenegaraan pertamanya setelah dilantik, Presiden nyata-nyata menggambarkan kondisi Indonesia yang masih tidak baik-baik saja. Dari keseluruhan pidato presiden itu, ada penggalan yang memberi penekanan tentang terlalu banyaknya kebocoran anggaran dan korupsi.  “Kita harus berani mengakui, terlalu banyak kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan-penyimpangan,” ungkap presiden Prabowo di Gedung MPR RI, Jakarta, Minggu (20/10).

Korupsi, menurut Presiden, menjadi biang keladi kebocoran anggaran  negara. Praktik kolusi masih marak di kalangan birokrat pemerintah. Banyak pejabat pemerintah bersekongkol dengan pengusaha swasta yang nakal untuk menggerogoti uang pajak rakyat. Dia menegaskan, “Kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik.”  Bagi Presiden Prabowo, realita ini harus segera diakhiri.

Tak sekadar menarik, tetapi pernyataan itu sangat mengesankan dan juga menjanjikan. Sebab, melalui pernyataan kenegaraan itu, Presiden Prabowo telah menyuarakan rintihan, kekecewaan bahkan kemarahan rakyat Indonesia melihat praktik korupsi yang tampak demikian brutal dan terbuka. Tampak brutal karena rakyat melihat ada terduga koruptor yang dilindungi. Respons dan penanganan kasus-kasus korupsi pun diwarnai praktik tebang pilih yang begitu terbuka, sehingga banyak komuntas di akar rumput pun punya catatan tentang kasus-kasus korupsi apa saja yang tidak ditanggapi dengan sungguh-sungguh oleh penegak hukum.  

Dengan memaknai esensi pernyataan kenegaraan itu, segenap elemen bangsa boleh yakin dan percaya bahwa perang melawan korupsi akan menjadi salah satu fokus Presiden Prabowo selama periode pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Publik tentu berharap Presiden dan para ahli menghadirkan pendekatan baru yang lebih efektif. Tentu saja, agar perang melawan korupsi itu semakin efektif, presiden juga perlu memberi perhatian pada urgensi pembenahan lembaga penegak hukum.

Selain persoalan korupsi, gambaran tentang Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja juga telah dibahas berbagai kalangan, didukung dengan ragam data dan indikator. Aneka masalah yang menyelimuti Indonesia hari-hari ini telah begitu sering disajikan di ruang publik. Data dan indikator itu adalah ungkapan atau aspirasi masyarakat Indonesia. Karena itu, Presiden bersama segenap anggota Kabinet Merah Putih didorong untuk sungguh-sungguh menghayati aspirasi masyarakat.

Perhatian ekstra hendaknya diarahkan pada kesejahteraan bersama. Pada aspek kesehatan masyarakat misalnya,  ada persoalan yang belum juga terselesaikan, meliputi masalah  stunting serta angka kematian ibu-bayi. Indikator stunting serta kematian ibu-bayi menjadi pijakan mengukur derajat kesehatan suatu komunitas. Hingga akhir paruh pertama 2024, pemerintah pun masih prihatin karena lambatnya penurunan angka stunting.

Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, angka stunting per 2023 tercatat 21,5 persen. Data ini mencerminkan skala penurunan yang hanya 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang 21,6 persen. Hasil kajian melaporkan bahwa ada masalah dalam eksekusi di lapangan sehingga program pencegahan stunting tidak berjalan dengan optimal.  Para menteri terkait diharapakan segera mencari rumusan model implementasi yang lebih efektif.

Angka kematian ibu (AKI) dan Angka kematian bayi (AKB) pun mencerminkan sebuah persoalan yang masih sangat serius. Sistem pencatatan AKI pada Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah kematian ibu per 2022 mencapai 4.005, dan tahun 2023 meningkat menjadi 4.129. Dan, AKB per 2022 sebanyak 20.882,  dan tahun  2023 tercatat 29.945. AKI merupakan kematian ibu yang terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Sedangkan AKB menjelaskan jumlah kematian bayi berusia 0-11 bulan per 1.000 kelahiran hidup.

Perhatian lebih juga patut diarahkan pada masalah keberlanjutan pendidikan anak dan remaja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menyebutkan, masih banyak anak Indonesia putus sekolah di berbagai jenjang pendidikan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 mengungkapkan bahwa angka putus sekolah semakin tinggi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun ajaran 2023/2024, dilaporkan adanya 1.267.630 yang lulus dari salah satu jenjang pendidikan, tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Banyaknya anak dan remaja yang putus sekolah tentu saja sangat memprihatinkan, karena fakta itu mengemuka ketika masyarakat Indonesia sedang melakoni dan terus beradaptasi dengan perubahan zaman.

Perubahan yang berkelanjutan menyebabkan negara butuh belasan juta talenta digital. Kebutuhan akan talenta digital patut masuk skala prioritas dalam periode kepemimpinan Presiden Prabowo. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan bahwa kebutuhan negara akan talenta digital hingga tahun 2030 mencapai 12 juta orang, sementara perguruan tinggi di dalam negeri hanya mampu menyediakan sekitar  sembilan (9) juta talenta digital. Kominfo juga mencatat, Indonesia per tahunnya kekurangan 500 ribu talenta digital.

Tak kalah pentingnya adalah mencermati dan menyikapi sejumlah data dan indikator yang memberi gambaran tentang melemahnya kinerja perekonomian nasional. Salah satu indikator yang paling sering dibahas masyarakat adalah melemahnya kinerja sektor manufaktur dalam negeri. Telah diungkap sebelumnya bahwa ekses menurunnya produktivitas sektor manufaktur melebar ke beberapa aspek. Misalnya, gelombang PHK yang berkelanjutan, menurunnya permintaan atau konsumsi masyarakat akibat melemahnya daya beli, yang kemudiam memunculkan data tentang deflasi beruntun.

Produktivitas sektor manufaktur yang menurun tajam mendorong banyak pelaku industri atau pabrik, baik skala besar maupun skala UMKM, melakukan penyesuaian. Salah satu opsi yang lazim dipilih adalah PHK untuk menurunkan biaya operasional. Data resmi kementerian tenaga kerja mencatat sepanjang periode Januari –Oktober 2024, total PHK dialami lebih dari 52.993 pekerja. Tahun lalu, total PHK mencapai 64.000.  Patut untuk diwaspadai  bahwa jumlah pengangguran menjadi sangat besar jika ditambahkan dengan 10 juta komunitas Gen-Z yang tidak melanjutkan pendidikan dan tidak bekerja, sebagaimana diungkap Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2024.

Itulah catatan tentang aneka persoalan yang memerlukan perhatian khusus dari Presiden Prabowo dan para menteri dalam Kabinet Merah Putih. Dilandasi optimisme yang kuat, diyakini bahwa pengabdian Presiden Prabowo Subianto akan mampu mereduksi aneka persoalan itu. Selama Bekerja Presiden. (***)

Posted in

BERITA LAINNYA

Polsek Mendo Barat Amankan Buronan yang Sembunyi di Desa Kemuja

GETARBABEL.COM, BANGKA — Polsek Mendo Barat Kabupaten Bangka mengamankan 1(satu)…

Sabet 27 Emas, Inkai Beltim Raih Juara Umum

GETARBABEL.COM, BELTIM-– Inkai Beltim menjadi Juara Umum dalam Festival Karate…

Usai KLB Tidak Ada Dualisme PWI, Ketua Zulmansyah Sekedang Akan Lantik 3 Pengurus Provinsi

GETARBABEL.COM, JAKARTA — Zulmansyah Sekedang terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan…

POPULER

HUKUM

IMG-20241107-WA0123

IPTEK

2-ok

TEKNOLOGI