Pengolahan Lahan Padi Ladang Berkelanjutan, Tradisi Memerun Menuju PLTB

IMG-20250924-WA0058

Oleh : Dinda Aulia || Mahasiswa S2 Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Perikanan dan Kelautan Universitas Bangka Belitung

Bagaimana mengintegrasikan pengetahuan informal dan formal dalam upaya meningkatkan pertanian berkelanjutan, memerlukan relevansi pengetahuan dan teknologi terkini dengan praktik pembelajaran petani informal (tradisional) dalam membangun jalur alternatif pertanian berkelanjutan dan memperkuat ketahanan pertanian.

Penelitian sebelumnya mengungkapkan transisi menuju pertanian yang lebih berkelanjutan membutuhkan basis pengetahuan baru serta proses pembelajaran baru.

Para petani sangat menghargai pengetahuan pengalaman lokal karena mereka menganggapnya memiliki relevansi praktis, personal, dan lokal. Mengingat keterbatasan informasi dan pengetahuan yang lebih terstandarisasi, serta kebutuhan mendesak akan transisi menuju praktik yang lebih berkelanjutan dan hemat sumber daya, sehingga perlu menampilkan teknologi alternatif untuk beberapa kegiatan tradisional pertanian menuju pertanian berkelanjutan.

Tradisi Memerun Menuju Pertanian Lahan Tanpa Bakar (PLTB)

Konsep ‘Perun’ atau ‘Memerun’ diartikan sebagai kegiatan seseorang membakar lahan dengan terkendali. Makna tradisional dari aktivitas memerun adalah membakar sisa sampah tebasan atau hasil tebang dari usaha tani sebelumnya yang terlebih dahulu dikumpulkan di satu tempat dengan dibuat jalur air atau parit disekelilingnya untuk menghambat api merambat ke sekitarnya.

Memerun yang dilakukan oleh petani dalam konsep budaya tradisional dilakukan dengan kontrol yang baik yaitu dari awal pembakaran sampai api benar-benar padam. Bagi petani yang menerapkan pertanian tradisional, memerun sesungguhnya tidak keliru dan salah karena secara konsep semua dilakukan secara terkendali.

Memerun telah dianggap sebagai sebuah budaya yang menggunakan api sebagai instrument utama, tetapi makna sesungguhnya adalah bukan ‘membakar’ lahan karena motif ekonomi, namun menjurus pada usaha yang dilakukan petani agar tanahnya menjadi subur.

Beberapa pandangan menganggap bahwa memerun dikatakan sebagai cara yang salah karena berpotensi menyebabkan kebakaran lahan. Selain itu, adanya peraturan yang berlaku dengan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 Ayat (1) huruf H mengatakan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.

Dalam regulasi pembukaan lahan dengan cara membakar masih dilakukan karena masih ada Pasal yang membuka peluang pembukaan lahan dengan cara membakar yaitu Pasal 69 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf H memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing”.

Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi sekat bakar sebagai pencegahan penyebaran api ke wilayah sekelilingnya.

Dampak negatif dari pengolahan lahan dengan cara membakar mulai dari penurunan kualitas lingkungan hidup, dampak kesehatan karena asap yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan dengan cara membakar, kerugian ekonomi, terganggunya ekosistem alami. Tak hanya itu, berdampak juga terhadap estetika dimana dewasa ini orang mengharapkan dapat menikmati lingkungan hidup yang sehat dan tidak sekedar bebas dari pencemaran lingkungan hidup termasuk merusak segi-segi estetika dari lingkungan hidup itu sendiri.

Pada prinsipnya, pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, yaitu menciptakan keseimbangan antara padatan, aerasi dan kelembaban tanah. Pengolahan lahan tanpa bakar menjadi upaya dalam mendukung pencegahan bencana kebakaran lahan sekaligus pengelolaan lahan berkelanjutan.

Praktik-praktik seperti konservasi tanah, rotasi tanaman dan penggunaan pupuk organik menjadi kunci dalam menjaga kesuburan tanah dan memastikan produktivitas yang berkelanjutan.

Pengolahan Lahan Padi Ladang Berkelanjutan

Padi ladang merupakan tanaman semusim jenis padi (Oryza sativa L.) yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap dan kebanyakan ditanam di daerah tropis. Pemilihan varietas padi yang sesuai dengan karakteristik lingkungan lokal tidak boleh diabaikan. Varietas yang tahan terhadap hama penyakit dan cocok dengan kondisi iklim serta tanah setempat dapat meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian.

Pengolahan padi ladang secara berkelanjutan dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari cara bertani lama yang masih sering melibatkan pembakaran lahan. Solusi yang dapat ditawarkan yaitu dengan beralih ke pertanian konservasi dengan melakukan teknik PLTB.

PLTB dilakukan dengan mengurangi olah tanah berlebihan dan mempertahankan sisa tanaman di lading untuk menjaga kelembaban, mencegah erosi, serta meningkatkan bahan organik dan keanekaragaman hayati.

Pengolahan lahan tanpa bakar memberikan nihil polusi udara dan masalah kesehatan. Kematian flora dan fauna cenderung dapat dikendalikan dan tidak merusak lahan. Risiko kebakaran kecil karena masyarakat memiliki kecenderungan membiarkan sisa tebasan yang berukuran kecil sebagai pupuk. Sementara limbah lain biasanya dikumpulkan di satu titik untuk dibiarkan membusuk.
Salah satu penerapan pengolahan tanah tanpa pembakaran yaitu penggunaan asap cair dan briket sebagai salah satu alternatif.

Penerapan teknologi ini tidak hanya membantu mencegah kebakaran, tetapi juga meningkatkan produktivitas lahan dan ramah lingkungan. Penyiapan pengolahan lahan tanpa bakar juga dapat dilakukan dengan penggunaan escavator untuk membersihkan alang-alang atau semak, pengolahan tanah dengan traktor roda 4 berturut-turut dengan piringan dan rotary. Selanjutnya, penggunaan dekomposer untuk pelapukan bahan organik dan aplikasinya disertai dengan olah tanah.

Penggunaan dekomposer pada prinsipnya adalah usaha untuk mempercepat dekomposisi bahan organik terutama terhadap sisa tanaman berkayu. Namun di tingkat implementasi cara ini tidak sepenuhnya berhasil karena didapati kendala dan tantangan. Dari sisi ekonomi, biaya penerapannya cenderung lebih besar, sehingga persepsi penerapannya tidak optimal.

Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain menyiapkan sumber permodalan dengan menggandeng BUMDes untuk masyarakat memperoleh modal pengolahan lahan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ekosistem alam melalui peran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL).

Diperlukan perhatian serta peran penting pemerintah sebagai langkah preventif untuk meminimalisir agar kedepannya tidak ada lagi pengolahan lahan dengan cara membakar. Dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup dibutuhkan sikap komitmen pemerintah dalam hal regulasi terhadap masyarakat. Pertanian lahan tanpa bakar (PLTB) digencarkan untuk mendukung pengolahan lahan berkelanjutan. (*).

Posted in

BERITA LAINNYA

Sat Lantas Polres Bangka Latih 30 Siswa SD Jadi Pocil

GETARBABEL.COM, BANGKA — Dalam rangka meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap kepolisian…

Jiwa Yang Tenang Di Tengah Bumi Yang Retak (16):  Dari Agama Tanpa Spiritualitas Ke Spiritualitas Tanpa Agama

Oleh : Maman Supriatman || Alumni HMI Agama tanpa spiritualitas…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI