Memahami Akad Murabahah Dengan Jaminan Surat Camat

IMG-20251008-WA0011

oleh : Fachrizal || Pelaku Ekonomi Kecil

Secara praktikal sering kita jumpai dalam perbankan Syariah Pembiayaan murabahah dengan jaminan berupa surat tanah belum bersertifikat atau kita kenal dengan sebutan surat camat. Seiring berjalannya pembiayaan, surat tanah/ surat camat tersebut ditingkatkan menjadi sertifikat.

Muncul beberapa pertanyaan yang menarik untuk didiskusikan.

Pertama, apakah perlu akad murabahah tersebut dilakukan addendum jika sertifikat tanah telah terbit?

Kedua, bagaimana status tanah dengan terbitnya sertifikat tanah tersebut yang merubah semua data tanah?

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu kita diskusikan apa itu murabahah. Menurut penjelasan pasal 19 ayat 1 huruf D Undang – Undang nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

Secara operasional Ir. Adityawarman A. Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan halaman 113 menyatakan bahwa akad murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam akad murabahah harus secara terbuka dan jujur disampaikan harga beli dan keuntungan yang akan diperoleh kreditur (bank) dan debitur (nasabah) memgetahui harga jualnya.

Sehingga secara prinsip angsuran yang akan dibayarkan oleh nasabah tidak berubah sampai selesainya pembiayaan. Secara sederhana bahwa debitur membayarkan kepada kreditur sejumlah harga jual yaitu harga pokok ditambah margin yang diperoleh bank.

Hal ini didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI no 153/2022 Tentang Pelunasan Utang Murabahah Sebelum Jatuh Tempo dalam Diktum Memperhatikan poin nomor 4 huruf C yang menyatakan bahwa merubahah kewajiban pembiayaan yang harua dilunasi nasabah adalah sebesar harga jual yang telah disepakati pada saat awal akad.

Bagaimana jika nasabah melakukan muqosah atau pelunasan dipercepat apakah mendapatkan potongan harga jual. Bisa saja potongan harga jual diberikan kepada nasabah karena telah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh tempo, namun kewenangan memberikan potongan tersebut ada pada kreditur.

Dari elaborasi tentang murabahah diatas secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa akad murabahah adalah akad yang menimbulkan utang piutang, sehingga akad murabahah dapat dijadikan dasar atau menjadi perjanjian pokok dari Hak Tanggungan.

Untuk menjawab pertanyaan diawal tulisan ini apakah perlu dilakukan addendum atas akad murabahah jika sertifikat sudah terbit maka yang perlu dijawab pertama adalah akad murabahah bisa menjadi dasar dalam pemasangan Hak Tanggungan atas sertifikat tanah.

Jika hendak dibebankan hak tanggungan maka akad murabahah harus dilakukan addendum terlebih dahulu terhadap klausul mengenai jaminan, yang awalnya adalah surat camat diaddendum menjadi jaminan sertiikat tanah. Hal imi didasarkan pada pasal 4 ayat 1 Undang- undang no 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa objek hak tanggungan adalah SHM, SHGU atau SHGB.

Kemudian didalam pasal 10 ayat 1 UU Hak Tanggungan berikut penjelasannya menyatakan bahwa hak tanggjngan diawali dengan perjanjian pokok yang menimbulkan utang piutang karena sifat dari hak tanggungan adalah accecoir.

Maka sebelum dibebankan hak tanggungan, akad murabahah terlebih dahulu harus dilakulan addendum, jika tidak maka atas sertifikat tersebut tidak dapat dibebankan hak tanggungan.

Pertanyaan kritis lainnya adalah bisakah surat camat tersebut dipasang dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)?

Sesungguhnya surat tanah dengan alas hak Surat Camat tidak bisa dipasangkan dengan Hak Tanggungan karena bukanlah objek sebaimana diterangkan dalam pasal 15 ayat 4 UUHT. Surat tanah yang belum terdaftar yang dimaksud dalam pasal ini adalah tanah dengan hak lama yang belum dikonversikan setelah berlakunya UUPA tahun 1960.

Lalu pertanyaan berikutnya, bagaimana status tanah tersebut karena data tanah telah berubah dari surat camat menjadi sertifikat termasuk luas tanah menjadi berubah.

Perubahan data tanah tidak serta merta mengugurkan status tanah sebagai jaminan. Hal ini didasarkan pada pasal 1338 KUHperdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang- undang bagi para pihak.

Sebagai simpulan dari tulisan ini adalah Surat Tanah yang belum bersertifikat ketika dijadikan jaminan dalam akad murabahah dan ditingkatkan menjadi sertifikat maka harus dilakukan addendum atas akad murabahah dan hak tanggungan didasarkan pada akad murabahah dan akad addendumnya. (*)

Posted in

BERITA LAINNYA

Hidayat Arsani Tegaskan Cukup Satu Kali Jadi Gubernur 

GETARBABEL,COM, PANGKALPINANG-  Pernyataan politik yang sangat luar biasa datang dari…

Tim Kelambit Tangkap 2 Pencuri Kotak Amal 16 TKP di Pasar Senggol

GETARBABEL.COM, BANGKA — Tim kelambit Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim)…

Polres Bangka Bentuk Karakter Humanis Personel Melalui Binrohtal

GETARBABEL.COM, BANGKA — Untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI