Opini || Efesiensi Anggaran Memperburuk Situasi Pelayanan Dan Mutu Pendidikan

IMG_20250222_180536

Oleh : LUKMAN MARDIANSYAH || Ketua Umum PERDATAMA (Persatuan Pemuda Dusun Tambang Dua Lima) Desa Cupat Kecamatan Parittiga

DI TENGAH keterbatasan keuangan anggaran negara, efesiensi ini menjadi rasional untuk dilakukan. Namun menjadi paradoks karena pemerintahan Prabowo-Gibran membentuk banyak kabinet dengan jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya.

Kebijakan efesiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto menuai polemik berbagai kalangan baik di sektor publik maupun swasta. Prabowo melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD Tahun 2025 menetapkan menginginkan efesiensi anggaran sekitar Rp306,6 triliun melalui penghematan belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

Hal ini akan menjadi paradoks karena situasi sebelumnya pun menjadi rumit untuk di pikirkan karena dengan kondisi pendidikan yang belum di benahi, dan kondisi pelayanan yang di katakan buruk, sedangkan kabinet Gemoy ini melakukan Efisiensi Anggaran yang menimbulkan banyak sekali polemik dari berbagai elemen dan sektor Pendidikan.

Situasi dari pelayanan publik seperti sekolah-sekolah yang berada di kecamatan Parittiga saja contoh nya, ini sedikit menjadi tolak ukur disektor pelayanan, misalkan Ada berapa sekolah yang hanya memiliki Keamanan seperti Scurity? Kesehatan? sarana olahraga?, yang hanya sedikit mempergunakan dan merasakan hal tersebut. Belum lagi berdampak Sistem sosial seorang pendidik dan peserta didik yang dituntut untuk mengembangkan kompetensi dan prestasi.

Bukan menambah malah Pelayanan, tetapi kita tau di negeri ini, pelayanan Publik yang begitu buruk, Dan di tambah dengan adanya Efesiensi Anggaran akan menjadikan Ini kesempurnaan untuk memperburuk kondisi pelayanan dan mutu kualitas pendidikan

Karena sejauh ini kecamatan Parittiga masih jauh dalam kategori yang diinginkan dalam persoalan mutu pelayanan publik dan standar kualitas pendidikan. 

Pemeliharaan atau peningkatan sarana belajar pun akan di pangkal/potong kemudian inilah yang akan membuat pola pikir Paradoks itu muncul dalam benak yang ada, hingga banyak sekali sektor yang belum kita sebutkan satu persatu, seperti fasilitas Sekolah yang rusak, laboratorium tidak memadai keterbatasan akses dan fasilitas belajar. Ini kemudian berujung pada kemunduran kualitas Pendidikan. Dan tak hanya itu, ini juga akan menekankan program pengembangan guru yang berujung melemah dari sektor mutu dan kompetensi Pendidik. 

Kualitas  atau  mutu  pendidikan  di  Indonesia  saat  ini  terbilang  cukup  rendah  bila dibandingkan  dengan  negara-negara  lainnya  di  dunia.  Menurut  hasil  survei  mengenai sistem  pendidikan  menengah  di  dunia  pada  tahun  2018  yang  dikeluarkan  oleh  PISA (Programme   for   International   Student   Assesment)pada   tahun   2019   lalu,   Indonesia menempati  posisi  yang  rendah  yakni  ke-74  dari  79  negara  lainnya  dalam  survei.  Dengan kata lain, Indonesia berada di posisi ke-6 terendah.

Bagaimana kita mau bersaing, jika persoalan prasarana saja kita sudah kalah, dan belum lagi dari sektor lainnya.  Harusnya pemerintah lebih menekankan mutu pendidikan dengan melakukan pratinjau mengenai sektor pendidikan, dari berbagai aspek, fasilitas, ketenagakerjaan, dan kurikulum pendidikan. (*)

Posted in

BERITA LAINNYA

Opini || Stop Impor Beras Patut Diapresiasi, Tapi Perhitungannya Harus Akurat

Oleh : Bambang Soesatyo || Anggota DPR RI || Ketua…

Operasi Keselamatan Menumbing 2025, Propam dan Satlantas Polres Babar Razia Kendaraan Anggota

GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Propam dan Satlantas Polres Bangka Barat…

POPULER

HUKUM

mediaonlinenatal2024ok

IPTEK

PolitikUang-Copy

TEKNOLOGI