Opini || Stop Impor Beras Patut Diapresiasi, Tapi Perhitungannya Harus Akurat
By beritage |
Oleh : Bambang Soesatyo || Anggota DPR RI || Ketua…
Saturday, 26 April 2025
Oleh : LUKMAN MARDIANSYAH || Ketua Umum PERDATAMA (Persatuan Pemuda Dusun Tambang Dua Lima) Desa Cupat Kecamatan Parittiga
DI TENGAH keterbatasan keuangan anggaran negara, efesiensi ini menjadi rasional untuk dilakukan. Namun menjadi paradoks karena pemerintahan Prabowo-Gibran membentuk banyak kabinet dengan jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya.
Kebijakan efesiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto menuai polemik berbagai kalangan baik di sektor publik maupun swasta. Prabowo melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD Tahun 2025 menetapkan menginginkan efesiensi anggaran sekitar Rp306,6 triliun melalui penghematan belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.
Hal ini akan menjadi paradoks karena situasi sebelumnya pun menjadi rumit untuk di pikirkan karena dengan kondisi pendidikan yang belum di benahi, dan kondisi pelayanan yang di katakan buruk, sedangkan kabinet Gemoy ini melakukan Efisiensi Anggaran yang menimbulkan banyak sekali polemik dari berbagai elemen dan sektor Pendidikan.
Situasi dari pelayanan publik seperti sekolah-sekolah yang berada di kecamatan Parittiga saja contoh nya, ini sedikit menjadi tolak ukur disektor pelayanan, misalkan Ada berapa sekolah yang hanya memiliki Keamanan seperti Scurity? Kesehatan? sarana olahraga?, yang hanya sedikit mempergunakan dan merasakan hal tersebut. Belum lagi berdampak Sistem sosial seorang pendidik dan peserta didik yang dituntut untuk mengembangkan kompetensi dan prestasi.
Bukan menambah malah Pelayanan, tetapi kita tau di negeri ini, pelayanan Publik yang begitu buruk, Dan di tambah dengan adanya Efesiensi Anggaran akan menjadikan Ini kesempurnaan untuk memperburuk kondisi pelayanan dan mutu kualitas pendidikan
Karena sejauh ini kecamatan Parittiga masih jauh dalam kategori yang diinginkan dalam persoalan mutu pelayanan publik dan standar kualitas pendidikan.
Pemeliharaan atau peningkatan sarana belajar pun akan di pangkal/potong kemudian inilah yang akan membuat pola pikir Paradoks itu muncul dalam benak yang ada, hingga banyak sekali sektor yang belum kita sebutkan satu persatu, seperti fasilitas Sekolah yang rusak, laboratorium tidak memadai keterbatasan akses dan fasilitas belajar. Ini kemudian berujung pada kemunduran kualitas Pendidikan. Dan tak hanya itu, ini juga akan menekankan program pengembangan guru yang berujung melemah dari sektor mutu dan kompetensi Pendidik.
Kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia saat ini terbilang cukup rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. Menurut hasil survei mengenai sistem pendidikan menengah di dunia pada tahun 2018 yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International Student Assesment)pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni ke-74 dari 79 negara lainnya dalam survei. Dengan kata lain, Indonesia berada di posisi ke-6 terendah.
Bagaimana kita mau bersaing, jika persoalan prasarana saja kita sudah kalah, dan belum lagi dari sektor lainnya. Harusnya pemerintah lebih menekankan mutu pendidikan dengan melakukan pratinjau mengenai sektor pendidikan, dari berbagai aspek, fasilitas, ketenagakerjaan, dan kurikulum pendidikan. (*)
Posted in Ekonomi
Oleh : Bambang Soesatyo || Anggota DPR RI || Ketua…
JAKARTA–Konferensi Pers Tajammu’ dan Jalan Sehat 100 Tahun Gontor merupakan…
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Propam dan Satlantas Polres Bangka Barat…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…