Kas Daerah Bengkak, Rakyat Menjerit: Ironi Rp 2,1 Triliun di Babel

IMG-20250711-WA0006

Oleh: Zulkarnain Alijudin || Pengamat Sosial Poitik

Ketika ekonomi rakyat semakin tertekan dan pegawai daerah harus menerima pemotongan penghasilan, pemerintah justru tercatat menyimpan dana besar di bank.

Data Bank Indonesia per September 2025 mencatat, dana pemerintah daerah di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang mengendap mencapai Rp 2,1 triliun. Angka itu sontak memicu tanya besar: mengapa uang sebesar itu tidur pulas di rekening pemerintah, sementara rakyat tak bisa tidur karena beban hidup yang makin berat?

Saldo Besar, Tapi Tidak Bekerja

Uang daerah sejatinya bukan untuk disimpan, tapi untuk digerakkan menjadi kesejahteraan. Ketika saldo kas daerah membengkak, itu menandakan anggaran belum terserap, program belum berjalan, dan pelayanan publik tersendat.Padahal, uang sebesar Rp 2,1 triliun bisa berarti:

  • 100 kilometer jalan baru di pedesaan,
  • Bantuan pendidikan bagi puluhan ribu siswa,
  • Atau penyelamatan honor ratusan tenaga kerja yang kini kehilangan pekerjaan.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Di tingkat Provinsi Babel, tunjangan penghasilan pegawai (TPP) ASN dipotong, sementara sekitar 200 tenaga honorer dirumahkan dengan alasan tidak terdaftar dalam database.

Ratusan keluarga pun kehilangan penghasilan di tengah inflasi yang masih tinggi dan daya beli yang menurun.

Uang Mengendap, Kebijakan Mandek

Kondisi ini mencerminkan ironi yang tajam — uang daerah berlimpah, tapi kebijakan sosial justru kering.
Padahal, dana mengendap bukanlah prestasi fiskal.
Ia justru pertanda lemahnya eksekusi dan perencanaan.

Sebagian pejabat berdalih bahwa kehati-hatian diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran administrasi.
Namun, kehati-hatian tanpa keberanian akan melahirkan stagnasi.

Ketika uang rakyat tidak digerakkan, pembangunan berhenti, dan kepercayaan publik runtuh. Lebih ironis lagi, perdebatan soal jumlah dana mengendap justru memperlihatkan ketidaksinkronan antarinstansi.

Bank Indonesia menyebut angkanya mencapai Rp 2,1 triliun, sementara Pemprov Babel mengklaim hanya sekitar Rp 200 miliar. Jika perbedaan data saja belum bisa dijelaskan, bagaimana mungkin publik yakin bahwa pengelolaan keuangannya transparan?

Rakyat Butuh Kepemimpinan yang Berani

Rakyat tidak butuh laporan saldo, mereka butuh aksi nyata dan kebijakan yang berpihak. Gubernur dan para Pejabat di Provinsi Babel harus menjawab dua hal mendasar:

  1. Mengapa dana besar itu tidak segera dimanfaatkan untuk program strategis rakyat?
  2. Apa dasar moral dan administratif pemotongan TPP serta perumahan honorer di saat dana daerah melimpah?

Dalam konteks moral pemerintahan, uang rakyat yang tidur adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. Ia menunjukkan bahwa keberanian untuk melayani sering kalah oleh ketakutan untuk bertindak.

Bangunkan Uang, Hidupkan Nurani

Sudah waktunya pemerintah daerah Bangka Belitung membangunkan uang rakyat yang tertidur itu.
Keterbukaan anggaran harus dijadikan kebijakan wajib, bukan sekadar formalitas laporan. Rakyat berhak tahu berapa dana yang tersimpan, di mana ditempatkan, dan kapan akan digunakan untuk kepentingan publik.

Karena uang daerah bukan simbol kekayaan birokrasi — ia adalah napas pembangunan. Selama uang itu belum bekerja, maka yang sesungguhnya menganggur bukanlah rakyat, melainkan kebijakan.

“Di rekening kas daerah, uang bisa tidur dengan tenang. Tapi di rumah rakyat kecil, dapur mereka belum tentu berasap. (*)

Posted in

BERITA LAINNYA

Jelang Pilkada, Program Serbu Berkah Ancam Netralitas ASN

GETARBABEL.COM, BANGKA — Program Serbu Berkah yang digagas mantan Bupati…

Festival Mambo Reborn 2025 Dimulai, Arus Perputaran Uang diharapkan Meningkat

GETARBABEL.COM, BANGKA– Kamis (22/5/2025) malam, festival mambo reborn 2025 resmi…

Ini Harapan APKASINDO Babel Kepada PJ Gubernur Baru

PANGKALPINANG- Dengan telah dilantiknya pejabat (PJ) Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI