HIPKA Babel Dorong Pemberdayaan Peternak Bebek
By beritage |
GETARBABEL.COM, BANGKA TENGAH – Dalam upaya meningkatkan ketersediaan pangan hewani…
Monday, 19 May 2025
Oleh : Abdullah Hehamahua || Penasehat KPK (2005-2013 || Aktivis dan Politikus Islam
ALHAMDULILLAH, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT. Sebab, hanya dengan iradah-Nya, kita memiliki nikmat iman, Islam, kesehatan dan kesempatan sehingga bisa berjumpa lagi dalam rubrik ini: SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW, edisi 24.
Dambaanku, kemarin malam, anda, saya, kita semua bertambah khusyuk dalam menjalani 10 hari terakhir ramadhan. Salah satu tolok ukurnya, tidak ada lagi kegiatan rapat, diskusi, dan bisnis guna mengikuti kegiatan i’tikaf di dalam masjid.
Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan perilaku seperti itulah, malam ini, mengkomunikasikan tema: I’tikaf di Dalam Masjid.
Celaka Mereka yang Shalat
Awal Ramadhan, semua masjid dan mushalla di Indonesia, penuh dengan jamaah shalat tarawih. Begitu juga dengan shalat subuh. Pengurus DKM sampai-sampai memasang tenda khusus di pekarangan mushallah atau masjid yang berukuran kecil. Padahal, di luar Ramadhan, shalat maghrib dan isyak, jamaah hanya sampai tiga shaf. Bahkan, shalat subuh, jamaah tidak lebih dari dua shaf.
Tiga hari pertama Ramadhan, tenda di luar mushalla dan masjid, penuh. Hari-hari berikut, jamaah di tenda mulai berkurang. Pekan kedua, tenda sudah kosong. Mushalla dan masjid masih penuh. Namun, melewati 17 Ramadhan, jamaah di mushallah dan masjid, berkurang secara signifikan. Apalagi, shalat subuh.
Pekan terakhir, jamaah kembali ke tradisi asal seperti sebelum Ramadhan. Shalat tarawih hanya diikuti dua shaf. Shalat subuh, lebih sedikit lagi. Mungkinkah mereka ini yang dimaksud Allah SWT sebagai orang yang celaka.?
“Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat, (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberi) bantuan.” (QS Al Ma’un: 4 – 7).
Substansi ayat Al-Qur’an ini, mereka yang shalat karena ikut ramai, apalagi sekedar demonstrative, termasuk golongan yang celaka. Sebab, pada awal Ramadhan, mereka sibuk dan demonstrative menuju mushalla dan masjid untuk shalat berjamaah. Namun, beberapa hari kemudian, mereka kembali ke keaslian pribadinya, yakni malas shalat berjamaah di masjid atau mushalla.
Rasulullah SAW BerI’tikaf di Masjid
Rasulullah SAW, pada setiap sepuluh hari terakhir Ramadhan, melakukan kegiatan i’tikaf, yaitu menetap di dalam masjid. Beberapa hal perlu diingat, berkaitan dengan i’tikaf adalah:
a. I’tikaf, secara ta’arif adalah menahan diri dari sesuatu. Namun, i’tikaf secara syara’ adalah berdiam di dalam masjid. Aplikasinya, hubungan dengan makhluk lain diputuskan untuk sementara. Niatnya, mendekatkan diri ke Allah SWT.
Aisyah, isteri baginda, dalam kontek ini meriwayatkan: ”adalah Rasulullah SAW beri’tikaf pada sepuluh yang akhir Ramadhan sehingga beliau wafat.” (HR Bukhari dan Muslim);
b. I’tikaf, status hukumnya adalah sunnah Rasulullah. Sebab, setiap 10 hari terakhir Ramadhan, baginda beri’tikaf di dalam masjid. Bahkan, pada tahun terakhir sebelum wafatnya, baginda beri’tikaf selama 20 hari. Sunnah Rasulullah SAW ini diikuti para sahabat, baik semasa baginda masih hidup maupun setelah meninggalnya;
c. I’tikaf dilakukan di dalam mushallah atau masjid. Namun, digalakkan di dalam masjid. Maksudnya, agar orang yang beri’tikaf bisa shalat Jum’at di tempat tersebut;
d. Seseorang, selama beri’tikaf, bisa meninggalkan masjid untuk keperluan tertentu yang penting, seperti: mandi, buang hajat, atau urusan lain yang mustahak. Sebab, Rasulullah SAW pernah keluar masjid ketika mengantar isteri beliau untuk suatu urusan;
e. Syarat i’tikaf adalah: dilakukan oleh orang Islam, baligh, serta tidak dalam keadaan junub, sesuai dengan firman-Nya: “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 187);
f. Rukun i’tikaf ada dua, yaitu niat yang ikhlas, dan menetap di dalam masjid. Lamanya menetap di dalam masjid, para imam mazhab sepakat, i’tikaf dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam.
Imam Hambali berpendapat, lamanya i’tikaf minimal satu jam menetap di dalam masjid. Kegiatan yang dilakukan selama i‘tikaf, selain shalat wajib dan sunat rawatib lima waktu, juga dilaksanakan kegiatan yang lain, seperti: berdzikir, tadarus Al-Qur’an, tadabbur (mengkaji) Al-Qur’an, istighfar, merenungi kekuasaan Allah, muhasabah (mengevaluasi diri sendiri), dan berdoa
Ittikaf Era Modern
Malam ke-21 ramadhan tahun ini, puluhan jamaah tetap berada di dalam masjid, usai tarawih dan witir. Ada yang tadarus Al-Qur’an. Ada pula yang hanya berdzikir. Namun, bagi masjid yang DKM-nya kreatif, dilakukan forum diskusi.
Pukul 24.00, biasanya jamaah tidur, di dalam masjid. Namun, ada pula yang masih “ngomong-ngomong.” Biasanya, anak-anak muda.
Pukul 02.00 dinihari, kebanyakan jamaah bangun, melakukan shalat malam. Mereka shalat sendiri-sendiri. Namun, di masjid tertentu, ada yang shalat berjamaah.
Ada yang shalat dua rakat. Namun, ada pula yang delapan rakat, tanpa witir. Sebab, mereka sudah witir waktu shalat tarawih berjamaah.
Pukul 04.00, jamaah disediakan makan sahur. Makanan disediakan oleh DKM. Namun, ada pula sumbangan dari jamaah. Malam ke-22 dan 23, jamaah bubar sesudah tarawih. Pukul 02.00 dinihari, beberapa jamaah datang ke masjid, shalat malam. Lalu dzikir dan tadarus Al-Qur’an. Pukul 03.30, mereka pulang untuk sahur. Namun, ada yang tidak lagi pulang. Sebab, mereka sudah bawa bekal untuk sahur.
Ada yang sahur dengan air putih dan 9 butir kurma. Ada yang mengonsumsi roti dan telur rebus. Bahkan, ada pula yang mengonsumsi sebutir pisang Ambon dan kue.
Simpulan
1. I’tikaf dilakukan sebagai upaya menyempurnakan shaum Ramadhan, minimal sejam berada di dalam masjid. Idealnya, sepuluh hari terakhir Ramadhan, berada di dalam masjid, ikhlas karena Allah SWT.
2. I’tikaf akan berdaya guna dan berhasil guna, jika selain kegiatan yang bersifat ritual dan ubudiyah, dilakukan pengkajian Al-Qur’an. Ia bisa berbentuk diskusi terbatas atau proses tadabburi Al-Qur’an secara individual.
3. Setiap individu melakukan penghisaban diri sehingga kualitas keimanan dan keislamannya meningkat secara gradual.
Marilah, anda, saya, kita semua, memanfaatkan pekan terakhir Ramadhan ini untuk beri’tikaf di dalam masjid, setidaknya pada malam hari. Dampak positifnya, peluang untuk memeroleh malam Laillatul Qadar, terbuka lebar. Dampak positif lanjutannya, peluang meraih medali taqwa pada 1 Syawal nanti, tetap terbuka. In syaa Allah !!! (Masjid As-Salam, Depok, 23 Maret 2025).
Posted in SOSBUD
GETARBABEL.COM, BANGKA TENGAH – Dalam upaya meningkatkan ketersediaan pangan hewani…
GETARBABELCOM., BANGKA– Himpunan Pengusaha KAHMI (HIPKA) Bangka Belitung menyambut Idul…
GETARBABEL.COM, PANGKALPINANG – Perwakilan Ombudsman Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kini…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…