Pilkada Ulang Bangka 2025: Gugatan Kandas, Demokrasi Menang

IMG-20250711-WA0006

Oleh: Zulkarnain Alijudin || Pengamat Politik & Mantan Ketua KPU Bangka

Pilkada Ulang Kabupaten Bangka 2025 telah memasuki babak akhir setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan dari Paslon nomor 2, 3, dan 4. Putusan ini sekaligus mengokohkan kemenangan pasangan Fery Insani – Syahbudin yang meraih 48.806 suara atau 38,60%.

Jika ditarik ke belakang, gugatan yang diajukan para paslon penggugat sesungguhnya sudah terbaca arahnya: selisih suara terlalu jauh, bukti terlalu lemah, dan logika gugatan sulit dipertahankan. Namun, entah karena dorongan gengsi politik atau sekadar menjaga citra di mata pendukung, mereka tetap nekat melangkah ke MK.

Ketika Gugatan Jadi Alat Politik

Secara teori, gugatan ke MK merupakan mekanisme hukum yang sah. Tetapi ketika selisih suara belasan ribu, akal sehat publik akan bertanya: benarkah ada kecurangan sebesar itu, atau sekadar akal-akalan politik belaka?

Fenomena ini menunjukkan apa yang sering disebut dalam kajian politik sebagai “judicialization of politics” – upaya mengalihkan pertarungan politik ke arena hukum. Namun, jika argumen dan bukti rapuh, hasilnya justru bumerang: citra politik runtuh, kepercayaan publik menurun.

MK menjadi Tembok Rasionalitas

Putusan MK menolak gugatan adalah sinyal tegas: demokrasi tidak boleh dipermainkan dengan klaim kosong. Hakim konstitusi telah menegaskan bahwa setiap tuduhan kecurangan harus dibuktikan secara terukur, jelas, dan signifikan, bukan sekadar narasi.

Di titik ini, MK menjadi tembok rasionalitas: menjaga agar ruang politik tidak diseret ke arah drama tak berkesudahan. Dan masyarakat tentu menyambut lega, karena hukum berdiri di atas akal sehat, bukan atas ambisi kelompok tertentu.

Legitimasi Ganda untuk Fery–Syahbudin

Bagi Fery–Syahbudin, putusan MK memberi legitimasi ganda:

  1. Legitimasi rakyat – menang di bilik suara dengan keunggulan meyakinkan.
  2. Legitimasi hukum – kemenangan sah secara konstitusional, tidak tergoyahkan

Dua legitimasi ini merupakan modal kuat untuk memimpin Bangka ke depan. Namun, jangan lupa, tantangan besar menanti: tingkat partisipasi pemilih hanya 55,30%. Ini adalah alarm bahwa masih banyak warga yang enggan ikut serta karena apatis atau kecewa.

Politik yang Kalah, Politik yang Belajar

Kenyataan pahit harus diterima oleh paslon penggugat. Mereka bukan hanya kalah dalam perhitungan suara, tapi juga kalah dalam pertarungan narasi hukum. Bahkan, publik kini melihat mereka seolah tidak siap kalah, lebih suka mencari kambing hitam ketimbang melakukan refleksi.

Jika mereka ingin tetap eksis di panggung politik, saatnya berhenti memainkan kartu gugatan kosong. Jalan terbaik adalah turun langsung ke masyarakat, membuktikan kerja nyata, dan menyiapkan strategi lebih matang di masa depan.

Catatan untuk Demokrasi Lokal

Pilkada Bangka 2025 memberi tiga pelajaran penting:

  1. Demokrasi bukan sekadar soal menang-kalah, tetapi soal kedewasaan menerima hasil.
  2. Gugatan tanpa dasar hanya membuang energi politik dan menguras simpati publik.
  3. Masyarakat semakin cerdas: mereka bisa membedakan antara perjuangan yang tulus dengan sekadar drama politik.

Penutup

Dengan ditolaknya gugatan di MK, Pilkada Bangka 2025 resmi berakhir. Yang menang harus segera bekerja, yang kalah harus legowo. Demokrasi telah memilih jalannya, dan rakyat berhak menuntut pemimpin yang terpilih untuk membuktikan bahwa legitimasi yang diberikan bukan sekadar angka di kertas suara, melainkan amanah yang harus dijaga.(*)

Posted in

BERITA LAINNYA

BREAKING NEWS: Tiga Bocah Laki-laki Ditemukan Meninggal di Pantai Muara Air Kantung

GETARBABEL.COM, BANGKA — Tiga orang anak laki-laki ditemukan meninggal dunia…

Deklarasi Kotak Kosong Dinilai Hanya Dagelan Politik

GETARBABEL.COM, BANGKA— Langkah sekelompok orang yang hadir di KPU Bangka…

Jalan Terjal Nusantara dalam Pusaran Global

Oleh: Institut Kosmologi dan-Eskatologi Profetik (IKEP) Tulisan sebelumnya memetakan fase…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI