Sengketa Merek Polo vs Polo Ralph Lauren dalam Perspektif Hukum Indonesia

IMG-20251001-WA0048

Oleh; Rainal Saparudin || Mahasiswa Fakultas Hukum UBB

Sebagai mahasiswa fakultas hukum, saya melihat kasus sengketa merek antara Polo Ralph Lauren (perusahaan asal Amerika Serikat) dan PT Polo Indonesia ini menjadi contoh penting bahwa hukum merek di Indonesia menekankan siapa yang lebih dulu mendaftar, bukan siapa yang lebih terkenal.

Dalam kasus ini, kedua pihak sama-sama menggunakan nama “Polo” dan logo penunggang kuda, yang membuat banyak masyarakat mengira bahwa produk “Polo” yang beredar di Indonesia berasal dari brand internasional Polo Ralph Lauren. Namun kenyataannya, PT Polo Indonesia-lah yang lebih dulu mendaftarkan mereknya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, khususnya:

Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa permohonan merek akan ditolak jika memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terdaftar lebih dahulu.

Selain itu, Pasal 83 ayat (1) memberi hak kepada pemilik merek terdaftar untuk menggugat pihak lain yang menggunakan merek tanpa izin.

Artinya, karena PT Polo Indonesia lebih dahulu mendaftarkan mereknya, maka secara hukum merek tersebut sah dan memiliki hak eksklusif di wilayah Indonesia. Meskipun merek Polo Ralph Lauren sudah terkenal secara global, namun ketenaran internasional tidak otomatis memberikan perlindungan hukum di Indonesia tanpa pendaftaran resmi.

Menurut saya, keputusan pengadilan yang memenangkan PT Polo Indonesia sudah tepat karena sesuai dengan prinsip “first to file” yang dianut Indonesia. Prinsip ini menegaskan bahwa siapa yang lebih dulu mendaftarkan mereknya, dialah pemilik sah di mata hukum.

Namun dari sisi sosial dan konsumen, saya memahami adanya kebingungan masyarakat karena dua merek ini sangat mirip. Ini menunjukkan bahwa pemerintah melalui DJKI perlu memperhatikan aspek kemiripan visual dan potensi penyesatan konsumen dalam menilai permohonan merek.

Sebagai mahasiswa hukum, saya belajar bahwa hukum tidak selalu sejalan dengan persepsi publik. Dalam kasus ini, keadilan hukum berpihak pada pihak yang patuh prosedur, bukan yang paling terkenal. Hal ini menjadi pelajaran penting bahwa dalam dunia bisnis, pendaftaran merek adalah langkah pertama untuk mendapatkan perlindungan hukum.(*)

Posted in

BERITA LAINNYA

216 Atlit Berlaga di O2SN Kabupaten Bangka

GETARBABEL.COM, BANGKA- Olympiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat SD/MI dan…

Usnen Tegaskan Paslon DR Syariful- Drs Usnen Sudah Real Dapat Rekomendasi DPP Gerindra

GETARBABEL.COM, BANGKA- Anggota Fraksi PDIP DPRD Bangka, Drs H Usnen…

POPULER

HUKUM

hipk

IPTEK

drone

TEKNOLOGI