Mobil Mewah Milik Jhonny G Plate dan Aset Tersangka Lainnya Disita Tim Penyidik Jampidsus
By beritage |
JAKARTA–Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak…
Sunday, 13 July 2025
Oleh: Institut Kosmologi dan Eskatologi Profetik (IKEP)
🕊️ Prolog: Di Majlis Tanpa Batas Waktu
Di sebuah majlis yang bukan tanah suci, bukan pula planet bumi, berkumpullah ruh-ruh penjaga fitrah dari pelbagai zaman.
Mereka hadir bukan untuk meratapi keruntuhan peradaban, melainkan untuk membedah luka yang tak kasat mata—luka yang bukan berasal dari pedang atau peluru, tetapi dari pengkhianatan terhadap hakikat kebenaran itu sendiri.
📜 Zaman Edan dan Labirin Egosentris
Ronggowarsito menatap kabut kelabu zaman:
“Kita hidup di zaman edan. Tapi yang lebih edan, ketika tak ada lagi yang merasa edan. Zamanku remuk, tapi zamanmu lebih sunyi—yang rusak bukan langit, tapi nurani.”
Rumi menyela dengan angin dari Timur:
“Ketika jiwa kehilangan cermin, ia mulai mencintai bayangannya sendiri. Cinta tak lagi mengarah pada Sang Kekasih, tapi terperangkap dalam labirin ego.”
Makna telah digantikan performa. Hakikat tenggelam dalam sorak, dan ruh tercecer dalam parade simbol.
⚖️ Sistem yang Menjadi Dajjal
Ibnu Khaldun membuka manuskripnya:
“Peradaban hancur bukan oleh musuh luar, tapi oleh penyakit dalam—ketika solidaritas digantikan sektarianisme, dan ilmu tunduk pada kekuasaan.”
Syekh Imran Hosein menegaskan:
“Dajjal itu sistem—ia hidup dalam fiat money, dalam diplomasi palsu, dalam teknologi tanpa ruh.”
Chomsky menimpali dengan nada dingin:
“Bahasa tak lagi menjembatani makna—ia kini alat kekuasaan. Demokrasi? Sandiwara. Media? Dalang yang meninabobokan.”
📚 Kurangnya Ruang Tafsir Kritis
Kurikulum hanya mencetak pekerja, bukan pemikir. Sejarah lokal dikubur demi narasi mainstream. Makna dilipat dalam administrasi. Sementara ruh merintih di pojok silabus.
🧭 Budak Angon: Fitrah yang Tak Tergadaikan
Sunan Kalijaga tiba, membawa wayang bukan senjata:
“Nusantara bukan tanah—ia titisan sabda. Aku tak membawa pedang, melainkan simbol. Ketika kekuasaan gagal menata, budaya menjadi jembatan penyelamat.”
Dan “Budak Angon” pun disebut: —bukan nabi, bukan pemimpin, tapi saksi. —bukan orator, tapi pengingat jalan pulang.
Ia adalah gerakan bawah sadar—bergerak tanpa sorak, menyala tanpa komando, membisikkan harapan tanpa mengklaim kebenaran.
⚡ Pisau Bedah Peradaban
Byung-Chul Han memperingatkan tentang “kelelahan zaman”. Fanon mengingatkan “kolonialisme mental”. Lalu pertanyaan menggantung:
Bagaimana Nusantara, yang tercerabut dari ruhnya, bisa jadi rumah kelahiran peradaban baru?
Jawabannya tak pada parlemen. Tak cukup statistik. Tak hanya algoritma. Tapi ruh. Ruh yang bangkit bersama Budak Angon.
🌅 Epilog: Fitrah Tak Pernah Mati
Kita tidak sedang menulis esai.
Kita sedang merajut jaring kesadaran untuk menangkap cahaya yang tersisa.
Cirebon 09/07/25
🌐 MS IKEP/IPSE
(Foto:IKEP)
Posted in SOSBUD
JAKARTA–Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak…
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT –Dalam rangka mendukung kelancaran dan keamanan proses…
GETARBABEL.COM, BANGKA BARAT — Tim Hantu Sat Resnarkoba Polres Bangka…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…