14 Ribu Lebih Jamaah Haji Belum Lunas, Kemenag Perpanjang Waktu
By beritage |
INDRAMAYU—Kementerian agama menjadwalkan jemaah haji kloter pertama akan mulai masuk…
Tuesday, 29 July 2025
Prolog: Bumi yang Merindukan Pelabuhan
Dunia ini ibarat bumi retak: gemuruh konflik, retakan krisis sosial, dan ketidakpastian hidup modern mengoyak ketenteraman.
Di tengah kegaduhan ini, jiwa manusia mencari pelabuhan tenang yang autentik.
Pertanyaannya, bagaimana menemukan ketenangan jiwa berkelanjutan di tengah pusaran kekacauan?
Jawabannya terletak pada Shalat; bukan ritual pasif, melainkan laboratorium jiwa (mukhtabar al-nafs) tempat manusia melatih, mengolah, dan menyucikan jiwanya secara sistematis.
Allah SWT berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha: 14).
Artikel ini mengurai mekanisme shalat sebagai protokol laboratorium transformasi jiwa, dengan fokus pada sinkronisasi gerakan-posisi dan bacaan utama, terutama doa antara dua sujud sebagai inti transformasi, dialog segitiga Tahiyyat, dan Taslim sebagai output spiritual.
Shalat: Anatomi Laboratorium Transformasi Jiwa
Laboratorium transformasi jiwa ini memiliki protokol terstruktur:
Ruang Eksperimen:
Waktu shalat (awqāt makhṣūṣah) dan mihrab personal, menjadi zona steril dari “kegaduhan bumi”; tempat isolasi suci (khalwah) untuk fokus (Al-Ghazali, 2011).
Alat Eksperimen:
Takbiratul Ihram (mengangkat tangan: simbol pelepasan dunia) hingga Salam (kembali dengan damai) adalah rangkaian penyerahan total (taslīm).
Ruku’ melambangkan ketaatan, sementara Sujud adalah puncak kedekatan fisik-spiritual:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ
“Posisi terdekat hamba kepada Tuhannya adalah saat bersujud” (HR. Muslim).
Al-Fatihah: Nutrisi batin peneguh tauhid dan permohonan hidayah.
Doa Antara Dua Sujud: Jantung transformasi jiwa:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَارْزُقْنِي
“Wahai Tuhanku, ampunilah, rahmatilah, berilah petunjuk, afiat, dan rezeki”.
Permohonan komprehensif ini menjadi mekanisme katalis perubahan nafsu (tahdhīb al-nafs).
Tahiyyat: Dialog segitiga sakral: At-Taḥiyyātu lillāh (segala penghormatan milik Allah) → Hamba → Allah;
As-salāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu… (salam untuk Nabi & hamba Allah) → Allah → Nabi & Hamba
Dialog ini mematrikan kesadaran ubudiyyah (penghambaan).
Taslim: Salam penutup sebagai mandat penebaran rahmat ke dunia.
Hasil dan Pembahasan: Mekanisme Transformasi Jiwa
Doa antara dua sujud adalah mikrokosmos perjalanan ruhani.
Ibn ‘Arabi dalam Futuhat al-Makkiyyah (II/267) menyebutnya “tajalli al-asma fi maqam al-faqr” (manifestasi Nama-Nama Ilahi di stasiun kepapaan).
Setiap frasa adalah dekonstruksi ego:
رَبِّ اغْفِرْ لِي (Ampunilah):
Peleburan dosa (mihrab al-tawbah) sekaligus pengakuan ‘ubudiyyah (ketundukan).
Al-Qusyairi dalam Risalah (Bab al-Tawbah) menegaskan: “Istighfar adalah pisau bedah yang membedah tumor kesombongan nafs ammārah”.
وَارْحَمْنِي (Rahmatilah):
Permohonan penyatuan dengan Sifat Ar-Raḥmān.
Rumi dalam Matsnawi (II: 1753) memetaforakannya: “Seperti sungai yang merindukan laut; ‘warḥamnī’ adalah jeram penyerahan jiwa lawwāmah pada Samudera Rahmat”.
وَاهْدِنِي (Tunjukilah):
Permintaan iluminasi (sirāj al-hidāyah).
Ibn ‘Aṭā’illah dalam Al-Ḥikam (§32) mengingatkan: “Hidayah bukanlah pencapaianmu, tapi tajalli-Nya di relung qalb yang kosong dari ego”.
Shalat mekanis adalah “gerak tanpa ruh” (ḥarakah bilā ma‘nā).
Al-Ghazali dalam Iḥyā’ (I/145) menggambarkannya: “Seperti burung beo mengulang bacaan, sementara hatinya terkunci di penjara dunia”.
Doa antara sujud di sini hanya getaran lidah, tak menyentuh sirr (rahasia hati).
Di sini doa antara sujud menjadi mīzān al-qalb (timbangan hati). Setiap kata adalah medan perang:
غْفِرلي (ampunilah):
Dentuman meruntuhkan benteng kesombongan.
ارْحَمْ (kasihani):
Hujan yang menyuburkan bumi jiwa.
Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jīlānī dalam Fath al-Rabbānī (Khutbah 39) menyebut: “Setiap ‘irḥamnī’ yang tulus adalah anak panah yang melubangi kegelapan ammārah”.
Tahiyyat di tingkat ini adalah “tajalli al-waḥdāniyyah” (manifestasi Keesaan).
Imam al-Junayd menafsirkan “at-taḥiyyātu lillāh” sebagai: “Pengakuan bahwa segala eksistensi adalah bayang-bayang Tajalli-Nya” (Quṣyairī, Risālah, Bab al-Tawḥīd).
Taslim (as-salāmu ‘alaykum) bukan sekadar salam, tapi “penyebaran cahaya muthma’innah ke semesta” (Ibn ‘Arabī, Fuṣūṣ al-Ḥikam, Bab Muhammad).
Sujud adalah “kematian sebelum mati” (al-mawt qabl al-mawt).
Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi menjelaskan: “Dahi menyentuh bumi adalah simbol peleburan ‘ana’ (ego) dalam al-Haqq” (Futuhat, III/72).
Gerakan ini merepresentasikan qurb nawāfil (kedekatan lewat penyempurnaan sunnah).
Sebagaimana hadis qudsi: “Hamba-Ku terus mendekat pada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya” (HR. Bukhari).
Di sini jiwa menjadi “cawan kosong” (ka’s al-faqr) yang diisi oleh Nama-Nama Ilahi:
اغْفِرْ
→ Manifestasi Al-Ghaffār.
ارْحَمْ→
Manifestasi Al-Raḥīm.
اهْدِنِي →
Manifestasi Al-Hādī.
Imam al-Ghazali dalam Maqṣad al-Asnā menegaskan: “Setiap doa adalah permohonan agar Sifat-Sifat-Nya bertajalli di cermin hati”.
Dialog segitiga ini adalah “tarian kosmik” antara Ḥaqīqah Muhammadiyyah (Hakikat Muhammad), al-‘Abd (hamba), dan Al-Haqq (Tuhan).
Syaikh Najm al-Dīn Kubrā dalam Fawā’iḥ al-Jamāl menafsirkan:
“At-taḥiyyātu lillāh” = Gelombang kembali ke Samudera (Ḥaqq → Nabi).
“As-salāmu ‘alaynā” = Samudera memancarkan keselamatan (Nabi → Hamba).
Salam adalah mandat penebaran sakīnah.
Ibnu ‘Aṭā’illah bermetafora: “Bagaikan matahari; setelah menyatu dengan Cahaya Ilahi di mi’raj shalat, ia wajib menyinari bumi retak” (Al-Ḥikam, §67).
Kesimpulan
Shalat adalah laboratorium transformasi jiwa dengan dimensi metafisika:
Inti Eksperimen: Doa antara sujud sebagai majrā li tajalliyāt al-asmā’ (saluran manifestasi Nama-Nama Ilahi).
Validasi Spiritual: Tahiyyat sebagai tawḥīd ‘amalī (pengesahan tauhid melalui dialog kosmik).
Output Transendental: Taslim sebagai tasyakkul al-nūr al-muṭma’inn (pembentukan cahaya jiwa tenang).
Epilog: Dari Sujud ke Salam Peradaban
Di antara dua sujud, ketika jiwa merintih رَبِّ اغْفِرْ لِي, di situlah “langit metafisika” menyentuh bumi.
Tahiyyat mengingatkan: Ketenangan sejati lahir ketika segala puja-puji dikembalikan pada Pemiliknya, seperti sungai yang tenang karena tak mengaku sebagai sumber air.
Taslim adalah sumpah: Jiwa yang telah di-afiat-kan oleh rahmat sujud wajib menjadi pembawa damai (jundī al-salām) di bumi yang retak.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
“Wahai jiwa tenang! Kembalilah pada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai” (QS. Al-Fajr: 27-28).
Pulanglah dari laboratorium ini dengan membawa air rahmat dari sumber tajalli-Nya.
Daftar Pustaka
Al-Bukhari. (2002). Sahih al-Bukhari. Dar al-Salam.
Al-Ghazali. (2011). Ihya’ Ulum al-Din. Dar al-Minhaj.
Al-Jilani, A. (2010). Fath al-Rabbani. Dar al-Kotob al-Ilmiyah.
Al-Qur’an al-Karim
Al-Qusyairi, A. (2007). Al-Risalah al-Qusyairiyyah. Dar al-Minhaj.
Ibn ‘Arabi, M. (2002). Al-Futuhat al-Makkiyyah. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Ibn ‘Ata’illah. (2019). Al-Hikam. Maktabah al-Azhar.
Keshavarzi, H., & Ali, B. (2020). Applying Islamic Principles to Clinical Psychology Practice. Routledge.
Newberg, A., & Waldman, M. R. (2009). How God Changes Your Brain. Ballantine Books.
والله أعلم
MS 05/06/25
(Foto: ilustrasi/IST)
Posted in SOSBUD
INDRAMAYU—Kementerian agama menjadwalkan jemaah haji kloter pertama akan mulai masuk…
GETARBABELCOM, JAKARTA – Bertempat di Ruang Kerja, Gedung C, Komplek…
GETARBABEL.COM, BANGKA –– Tokoh Presidium Pembentukan Provinsi Kep. Bangka Belitung…
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sejumlah ASN…
GETARBABEL.COM, BANGKA — Sungguh miris…
GETARBABEL.COM, BANGKA- Kawasan hutan seluas…